Jumat, Agustus 21, 2009

Puasa Ramadhan

Oleh Abdul Aziz | 30 Sya’ban 1430

Puasa Ramadhan sudah begitu akrab dalam kehidupan masyarakat Muslim kita. Sejak di Taman Kanak-kanak puasa sudah diperkenalkan. Pada setiap tingkat pendidikan yang lebih tinggi puasa selalu dipelajari karena selalu dimasukkan ke dalam kurikulum . Dan Pendidikan Agama Islam sejak awal republik ini berdiri menjadi pelajaran wajib.

Puasa di dalam Al Quran disebut shiyam . Kata itu disebut delapan kali dalam Al-Quran. Semuanya berarti puasa menurut pengertian hukum syariat. Al-Quran juga menggunakan kata shaum , tetapi maknanya adalah menahan diri untuk tidak berbicara. Hal ini dilakukan oleh Maryam ketika ia banyak ditanya oleh orang-orang tentang kelahiran anaknya (Isa a.s. ).


Pengertian Puasa

Kata shiyam atau shaum berasal dari akar kata yang sama, yaitu sha-wa-ma yang dari segi bahasa maknanya “menahan” dan “berhenti” atau “tidak bergerak” . Menurut istilah, berarti menahan diri dari segala yang membatalkan puasa pada waktu tertentu dimulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari dengan syarat-syarat tertentu.

Ayat-ayat Al Quran tentang puasa Ramadhan, terdapat dalam surah Al-Baqarah (2) : 183, 184, 185, dan 187. Ini berarti bahwa puasa Ramadhan baru diwajibkan setelah Nabi Saw. tiba di Madinah, karena surah Al-Baqarah ini diturunkan di Madinah. Kewajiban melaksanakan puasa Ramadhan ini ditetapkan Allah pada 10 Sya’ban tahun kedua Hijrah. Tapi sebelum ayat ini turun tidak berarti bahwa mereka tidak pernah berpuasa. Ketika baru tiba di Madinah, Rasulullah memerintahkan kaum Muslimin untuk berpuasa 3 hari dalam sebulan. Di samping mereka melaksanakan puasa Asyura (10 Muharram) sebagaimana yang dialukan oleh orang-orang Yahudi di Madinah ketika itu.

Setelah turunnya kewajiban berpuasa Ramadhan, maka yang diwajibkan atas orang-orang beriman hanyalah puasa Ramadhan, sedangkan puasa-puasa yang lain yang sebelumnya dilaksanakan oleh kaum Muslimin menjadi puasa sunat.

Tujuan Puasa

Tujuan puasa secara jelas dinyatakan dalam Al Quran adalah untuk mencapai ketakwaan ( la’allakum tattaqun ). Ini berarti bahwa menahan diri dari lapar dan dahaga bukan tujuan utama dari puasa.

Takwa bermakna menjaga diri dari siksa Allah. Menghindari siksa atau hukuman Allah, dilakukan dengan jalan menghindarkan diri dari segala yang dilarangnya serta mengikuti apa yang diperintahkan-Nya.

Dengan demikian yang bertakwa adalah orang yang merasakan kehadiran Allah Swt. setiap saat, “ bagaikan melihat-Nya atau kalau yang demikian tidak mampu dicapainya, maka paling tidak, menyadarai bahwa Allah melihatnya”.

Esensi puasa adalah menahan atau mengendalikan diri. Pengendalian ini diperlukan oleh manusia, baik secara individu maupun kelompok. Latihan dan pengendalian diri itulah esensi puasa.

Puasa dengan demikian dibutuhkan oleh semua manusia, kaya atau miskin, pandai atau bodoh, untuk kepentingan pribadi atau masyarakat. Tidak heran jika puasa telah dikenal oleh umat-umat sebelum umat Islam, sebagaimana diinformasikan oleh Al Quran.

Allah menggunakan bentuk kalimat pasif dalam menetapkan kewajiban puasa, Kutiba ‘alaikumush shiyama ( diwajibkan atas kamu berpuasa ), tidak menyebut siapa yang mewajibkannya. Tapi sebenarnya di sini cukup jelas bahwa yang mewajibkannya adalah Allah Swt. Walaupun demikian hal ini mengisyaratkan bahwa seandainya pun bukan Allah yang merwajibkan puasa, maka manusia yang menyadari manfaat puasa, akan mewajibkannya atas dirinya sendiri. Terbukti motivasi berpuasa ( tidak makan atau mengendalikan diri ) yang selama ini dilakukan manusia, bukan semata-mata atas dorongan ajaran agama. Misalnya demi kesehatan, atau kecantikan tubuh, dan bukanlah pula kepentingan pengendalian diri disadari oleh setiap makhluk yang berakal.


Hikmah Puasa

Banyak hikmah yang dapat diperoleh dari berpuasa. Ada hikmah yang berdampak secara individual dan ada hikmah yang berdampak secara sosiologis.

Dampak secara individual adalah :

1. Untuk meningkatkan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.
2. Untuk meningkatkan ketakwaan.
3. Untuk meningkatkan kesabaran.
4. Untuk mengendalikan hawa nafsu.
5. Untuk menumbuhkan sifat amanah dan keikhlasan beramal.
6. Untuk mendidik jiwa, menyucikan hati dan menyembuhkan penyakit hati.
7. Untuk mendapatkan pengampunan.


Dampak secara sosiologis adalah:

1. Untuk meningkatkan pengawasan nurani terhadap segala tindakannya.
2. Untuk menumbuhkan solidaritas kemanusiaan.
3. Untuk membiasakan diri berbuat baik kepada orang lain.
4. Untuk menumbuhkan rasa kasih sayang , kepedulian dan semangat berbagi dengan sesama.
5. Untuk mengikis kesombongan , iri hati dan dengki.
6. Untuk membiasakan diri jauh dari perbuatan-perbuatan maksiat.


Syarat Wajib dan Rukun Puasa

Syarat wajib Puasa : Islam; balig; berakal; mampu berpuasa; mengetahui wajibnya puasa; sehat; muqim ( tidak musafir).

Rukun puasa adalah : niat; menahan diri dari segala yang membatalkan puasa; berpuasa pada waktunya ( bulan Ramadhan ).

Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Berpuasa

1. Yang perlu dilakukan, adalah :
a. Berniat puasa pada malam harinya.
b. Berimsak ( menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa ).
c. Melakukan hal-hal yang disunatkan dalam berpuasa.
d. Segera berbuka apabila sudah waktunya.
e. Baca doa sebelum berbuka.
f. Makan sahur.
g. Yang berhadas besar disunatkan mandi sebelum Subuh.
h. Memperbanyak sadaqah.
i. Memberi makanan untuk berbuka.
j. Memperbanyak membaca Al Quran dan berzikir.
k. Melakukan qiyamullail ( tarawih ).
l. Melakukan i’tikaf di masjid.

2. Yang perlu dihindari, adalah :
a. Menceritakan keaiban atau kejelekan orang lain.
b. Mencela, mengumpat, mencaci, memaki.
c. Berbuat atau mengucapkan hal-hal yang dapat merugikan orang lain.
d. Berbohong.
e. Menjadi saksi palsu.

Hal-hal yang mewajibkan Berbuka

Hal-hal yang mewajibkan seseorang berbuka puasa ( tidak berpuasa ) adalah : haid; nifas. Mereka diwajibkan mengqada.

Hal-hal yang Membolehkan Berbuka

1. Safar ( bepergian ).
2. Sakit
3. Tidak mampu
4. Jihad ( dalam arti berperang untuk menegakkan agama ).
5. Hamil
6. Menyusui.


Hal-hal yang Menggugurkan Kewajiban Puasa

1. Lanjut usia.
2. Sakit yang tidak dapat disembuhkan.
3. Tidak mampu berpuasa karena pekerjaan yang sangat berat.
4. Orang gila.

DAFTAR RUJUKAN

Shihab, M. Quraish. 1997. Wawasan Al-Quran : Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat. Bandung : Penerbit Mizan

Raya, Ahmad Thib dan Mulia, Siti Musdah. 2003. Menyelami Seluk-Beluk Ibadah dalam Islam. Bogor : Kencana


Tidak ada komentar:

Posting Komentar