Kamis, Desember 31, 2009

Buku Pedoman Pesantren Terbit Tahun Ini

By Republika Newsroom
Selasa, 15 Desember 2009 pukul 16:24:00


JAKARTA--Departemen Agama (Depag) segera meluncurkan dua buah buku pedoman penyelenggaraan pendidikan pesantren salafiyah maupun pengembangan kurikulum pesantren, akhir tahun ini. Buku pedoman tersebut diharapkan dapat menjadi acuan bagi pesantren yang telah berdiri dan berjalan maupun bagi pendirian pesantren.


"Dalam tahun ini juga buku pedoman tersebut segera terbit. Sekarang sudah dikoreksi," ujar Direktur Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Depag, Choirul Fuad Yusuf di Jakarta, Selasa (15/12). Menurut dia, kehadiran buku pedoman bagi pesantren ini sangat penting untuk menyamakan visi penyelenggaraan pendidikan di pesantren ke depan.

Ia mengatakan, sejak tujuh ratusan tahun silam, Indonesia sudah mengenal pendidikan keagamaan yang disebut pondok pesantren. Hingga saat ini, kata dia, jumlah pesantren di seluruh Tanah Air mencapai 21.521 pesantren, dengan beragam pola pendidikan dan pengajarannya. Hal ini menunjukkan, perkembangan pendidikan agama melalui pesantren tumbuh pesat, dan setidaknya dapat memberikan kontribusi positif bagi umat maupun bangsa ini.

Pentingnya penerbitan buku ini, lanjut dia, mengingat pesantren tersebar di berbagai belahan daerah, yang sepertinya belum ada kesatuan yang sama dalam mengembangkan pendidikan agama Islam dalam kurikulumnya. Masing-masing pesantren baik yang tradisional maupun yang sudah berkembang, sudah pasti menyelenggarakan pola pendidikannya sendiri-sendiri. Intinya, tidak ada acuan resmi bagi pendirian maupun penyelenggaraan pendidikan di pesantren.

Kesenjangan ini, membuat Depag mengambil langkah menyiapkan pedoman bagi penyelenggaraan pesantren. Ia mengatakan pesantren baru diakui secara resmi sejak keluarnya Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional, dan juga sejak adanya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55/2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan. Tetapi, pola pembelajarannya tetap sendiri-sendiri sesuai dengan pemilik atau kiyai atau ustad pesantren tersebut.

Menurut dia, secara manajerial, pesantren perlu penataan yang cepat dan segera. "Kita akan coba menyusun pedomannya, walau sebetulnya secara legal harus lewat Peraturan Menteri Agama (PMA). Tetapi, kita buat pedomannya dulu sebelum PMA turun dua bulan lagi," terangnya. mur/kpo

Sumber : http://republika.co.id/berita/96117/Buku_Pedoman_Pesantren_Terbit_Tahun_Ini

Lanjut membaca “Buku Pedoman Pesantren Terbit Tahun Ini”  »»

Pengajaran Dirham Dinar di Sekolah Alam


By Republika Newsroom
Senin, 07 Desember 2009 pukul 17:27:00

JAKARTA--Untuk ke sekian kalinya komunitas Sekolah Alam, Ciganjur mendengarkan paparan tentang Dirham dan Dinar. Komunitas Sekolah Alam, Ciganjur, merupakan salah satu komunitas pengguna Dirham dan Dinar. Sejak awal berdirinya, di awal 2000-an lalu, SA telah menerima pembayaran iuran sekolah dengan Dinar emas. Dalam siaran persnya Wakala Induk Nusantara menyebutkan, sampai saat ini, sebagian dana cadangan sekolah yang memiliki metoda belajar berbasis pada alam dan kemerdekaan anak-anak ini, disimpan dalam bentuk Dinar emas.


Selain itu, dalam beberapa kesempatan, murid-murid SA diberi pengajaran tentang Dirham dan Dinar. Misalnya, salah satu kegiatan outing mereka adalah mengunjungi Wakala Adina, di Depok, untuk mempelajari secara langsung cara kerja Wakala.
Baru-baru ini salah satu tema pengajaran untuk kelas 2, adalah tentang mata uang, maka materi Dirham dan Dinar pun masuk di dalamnya. Di depan sekitar 40 murid kelas 2 SD Sekolah Alam, Zaim Saidi, memberikan penjelasannya, tentu disesuaikan dengan bahasa anak-anak.
Ketika di akhir sesi pada anak-anak itu ditanyakan pilihan yang disukainya, antara uang kertas atau uang emas/perak, serempak mereka menjawab, "Dinar dan dirham!" Mengapa? "Karena nilainya yang tak pernah turun ..." Jadi, dengan sedikit penjelasan, anak-anak kelas 2 SD pun mengerti bahwa uang kertas tidaklah memiliki nilai. pur

Sumber : http://republika.co.id/berita/94128/Pengajaran_Dirham_Dinar_di_Sekolah_Alam

Lanjut membaca “Pengajaran Dirham Dinar di Sekolah Alam”  »»

Anak-anak Jangan 'Dikarbit'

By Republika Newsroom
Jumat, 11 Desember 2009 pukul 08:15:00

SOROWAKO--Program Director untuk Institut Pengembangan Pendidikan Karakter Divisi dari Indonesia Heritage Foundation, Dewi Utama Faizah mengimbau agar anak-anak jangan dikarbit. Sebab, ada kecenderungan orang tua menginginkan anaknya untuk menjalani akselerasi dalam pendidikannya dengan memperoleh pengayaan kecakapan-kecakapan akademik di dalam dan di luar sekolah, sehingga muncullah anak-anak ajaib dengan kepintaran intelektual luar biasa.


Namun, dikhawatirkan ada ketidakpatutan yang dilakukan oleh orang tua akibat ketidatahuannya, ujar Dewi Utama Faizah sebagai pembicara tunggal dalam Seminar Pendidikan Early Ripe Early Rote (Anak-anak Karbitan) di Gedung Ontaeluwu, Sorowako, Rabu.

Seminar yang dihadiri ratusan ibu-ibu ini diselenggarakan oleh Ikatan Keluarga Inco (IKI) untuk memberikan wawasan dan pengetahuan terutama bagi ibu-ibu dalam mendidik anak-anaknya. Dalam seminar ini, Dewi banyak memberikan tips bagaimana mendidik anak sehingga terhindar sebagai anak-anak karbitan.

Menurut Dewi yang juga bekerja di Direktorat Pendidikan TK dan SD Ditjen Dikdasmen Departemen Pendidikan Nasional, banyak kesuksesan yang diraih anak saat ia menjadi anak, tapi tidak menjadi sesuatu yang bermakna dalam kehidupan anak ketika ia menjadi manusia dewasa.

"Harapan yang berlebihan, tekanan dari orang tua yang bertubi-tubi membuat anak-anak menjadi cepat mekar. Anak-anak menjadi miniatur orang dewasa. Di sisi lain media massa merangsang anak untuk cepat mekar seperti program TV yang tak pantas ditonton, yang memicu perilaku anak tumbuh kembang secara cepat." katanya.

Akibatnya kelak dapat menimbulkan gangguan kepribadian dan emosi pada anak Ketika menjadi dewasa, mereka menjadi dewasa yang kekanak-kanakan. Idealnya, anak membutuhkan suatu proses dan waktu untuk dapat menemukan sendiri keistimewaan yang dimilikinya. "Percayalah anak yang akan menemukan sendiri kekuatan di dirinya. Setiap anak memilik potensi yang hebat, berbeda dan unik," ujar Dewi. ant/ahi

Sumber : http://republika.co.id/berita/95165/Anak_anak_Jangan_Dikarbit

Lanjut membaca “Anak-anak Jangan 'Dikarbit'”  »»

Siswa SD di Bogor Dibaiat Antikorupsi

By Republika Newsroom
Rabu, 09 Desember 2009 pukul 05:13:00


BOGOR--Memperingati hari antikorupsi sedunia, puluhan siswa Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Birul Walidain di sumpah (baiat) untuk tidak melakukan korupsi atau antikorupsi.

Seorang siswi bernama Nazirah (8), di Bogor, Selasa, mengatakan berjanji tidak akan melakukan korupsi, karena perbuatan itu telah memakan hak orang lain. "Ibu guru bilang, korupsi itu salah satu dosa besar," katanya.


Pengambilan sumpah dilakukan oleh pimpinan yayasan di sekolah yang terletak di Desa Parakan Jaya, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor.

Selain pengambilan sumpah dalam kesempatan tersebut juga dilakukan pembagian buku anti korupsi terbitan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diperolah pihak yayasan dari dinas pendidikan setempat.

Aksi pembaiatan dilakukan dilapangan sekolah, para siswa-siswi diambil sumpahnya dengan cara memegang bendera merah putih dan mengucapkan sumpah atau ikrar tidak akan melakukan korupsi, apalagi melakukan suap kepada orang lain.

Memed Jalaluddin, Kepala Yayasan SDIT Birul Walidain, mengatakan bahwa kegiatan tersebut termasuk merupakan pembelajaran sejak dini kepada generasi muda, termasuk pembagian buku anti korupsi tersebut.

"Dalam buku anti korupsi banyak pelajaran yang bisa diambil oleh para siswa, karena buku itu menceritakan berbagai cara untuk korupsi dan dampak negatifnya kepada orang lain," ujarnya. Aksi berlangsung setelah para siswa menggalang pengumpulan dana bantuan untuk Prita Mulyasari. ant/ahi

Sumber : http://republika.co.id/berita/94493/Siswa_SD_di_Bogor_Dibaiat_Antikorupsi

Lanjut membaca “Siswa SD di Bogor Dibaiat Antikorupsi”  »»

TI Lahirkan Generasi Karbitan

By Republika Newsroom
Rabu, 02 Desember 2009 pukul 20:58:00


SURABAYA--Kelebihan dan kekurangan penggunaan teknologi informasi (TI) menjadi problem tersendiri bagi pendidikan di kalangan generasi muda. Salah satunya akan melahirkan generasi pemalas dan tak mau mengasah fikirnya. Sebab, mereka memilih copy paste dari internet daripada mengolah data sendiri untuk mengerjakan tugasnya

Dr Ir Abdullah Shahab M Sc dosen Teknik Mesin ITS mengatakan, fakta ini sudah banyak terjadi di kalangan mahasiswa dan pelajar SMA, meski adanya IT juga sangat menguntungkan. ''Dari internet, mereka mengumpulkan, mengambil mana yang cocok terus digabung jadi satu. Kalau disuruh pakai bahasa Inggris, mereka bisa langsung copy, tapi kalau bahasa Indonesia, mereka lebih memilih menterjemahkan daripada meramunya dengan bahasa sendiri,'' kata Shahab usai Seminar Nasional IT for Life di Sekolah Tinggi Manajemen Informatika & Teknik Komputer (STIKOM) Surabaya, Rabu (2/12).


Namun, imbuh dia, mahasiswa boleh saja mengambil atau copy paste informasi dari internet. Tapi, dalam kerangka referensi dengan mencantumkan narasumber. ''Kalau hanya copy paste, ambil dan digabung dari internet, itu bukan karya sendiri tapi studi kepustakaan,'' ujar pria yang mengambil studi S3 di Universitas Nantes Prancis ini.

Diakuinya, belum banyak peneliti di Indonesia yang menghasilkan karyanya sendiri. Banyak dari mereka yang memanfaatkan karya orang lain. Sejauh dilakukan secara proporsional, sah-sah saja memanfaatkan karya orang lain. Tetapi agar para peneliti atau ilmuwan mampu membuat temuan hasil sendiri meskipun berskala kecil.

Mengantisipasi generasi copy paste, institusi pendidikan harus menargetkan pelajar atau mahasiswa menyuguhkan sesuatu yang merupakan karyan sendiri. Para dosen ataupun guru juga harus aktif bertanya darimana karya mereka berasal.''Banyak yang cuma ambil dan mengadopsi. Sehingga ketika ditanya, mahasiswa tidak tahu dan tidak bisa menjelaskan isinya,'' ujarnya

Sebuah penelitian atau riset adalah membaca karya seseorang, membandingkannya dengan karya lain dan mengolahnya berdasarkan pemikiran sang peneliti. Jangan sampai, tandas Shahab generasi copy paste memperbanyak ilmuwan karbitan yang saat ini mulai bermunculan. uki/kpo

Sumber : http://republika.co.id/berita/93128/TI_Lahirkan_Generasi_Karbitan

Lanjut membaca “TI Lahirkan Generasi Karbitan”  »»

PTAIN Siap Tampung Alumnus Pesantren

By Republika Newsroom
Selasa, 08 Desember 2009 pukul 16:13:00

MALANG -- Para alumnus lembaga pendidikan pesantren kini tak perlu khawatir lagi kesulitan mendapatkan tempat melanjutkan studinya di lembaga pendidikan umum atau di luar pondok. Pasalnya, pengelola Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) se-Indonesia sepakat memberi perhatian khusus kepada alumni pondok pesantren (ponpes). Bahkan, lulusan ponpes ini akan mendapat prioritas untuk bisa masuk di PTAIN dalam proses seleksi yang akan dimulai pada Juni 2010 mendatang.


Kabar menggembirakan itu diungkapkan kepala Biro Kemahasiswaan dan Akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Maliki Malang, Drs Sudiyono kepada wartawan, kemarin. Namun, menurut dia, prioritas itu ada syaratnya, para santri itu berasal dari pesantren telah mendapatkan rekomendasi dari Departemen Agama yang mengikutkan program ujian penyetaraan. Ijazah dari program penyetaraan itu tetap bisa diakui oleh PTAIN. "Kalau alumni pesantren tidak diterima untuk ikut seleksi nasional perguruan tinggi negeri (SNMPTN), di PTAIN bisa kami terima," paparnya.

Sudiyono mengungkapkan, kesepakatan untuk menampung alumnus pesantren itu diperoleh dalam pertemuan 52 rektor PTAIN di Hotel Kartika Wijaya, Batu belum lama ini. Selain itu, ada dua hal lagi yang juga disepakati. Yakni, sistem pendaftaran dilakukan dalam satu atap secara online yang dipusatkan di UIN Malang. Server pendaftaran secara nasional akan berada di UIN. Namun, untuk panitia berasal dari berbagai PTAIN.

Untuk pendaftaran secara online, calon mahasiswa bisa mendaftar di daerah masing-masing. Tinggal klik di website masing-masing kampus, mereka bisa memilih kampus yang diinginkan. "Jadi, calon mahasiswa tidak perlu datang ke kampus yang dituju untuk sekadar mendaftarkan diri," imbuhnya.

Misalnya, mahasiswa asal Papua yang ingin kuliah di UIN Malang, tak perlu datang ke Malang untuk daftar. Bisa daftar via internet lalu menunggu panggilan untuk ujian. Saat ujian pun demikian, tidak perlu harus datang ke Malang. Cukup mengikuti ujian di lokasi yang ditunjuk di Papua saja sudah bisa. "Baru kalau sudah diterima harus datang ke Malang dan langsung mengikuti proses pembelajaran," ujar Sudiyono.

Guna mematangkan model baru ini, panitia yang dipilih terus menggodok sistem teknologi informasi (TI). Persiapan akan langsung dilakukan pada pertengahan Desember nanti. 'Kami ingin program yang pertama ini berlangsung sukses. Maka kami segera persiapan segalanya," tegasnya. ghufron/ahi

Sumber : http://republika.co.id/berita/94393/PTAIN_Siap_Tampung_Alumnus_Pesantren

Lanjut membaca “PTAIN Siap Tampung Alumnus Pesantren”  »»

Mendiknas: Semua Sekolah Perlu Perhatian Pemerintah

By Republika Newsroom
Rabu, 25 November 2009 pukul 19:56:00


BANTUL--Menteri Pendidikan Nasional Mohamad Nuh menegaskan semua sekolah akan memperoleh perhatian pemerintah, dan tidak ada niat sedikit pun untuk membeda-bedakan. "Pemerintah tidak ingin membeda-bedakan dalam memberikan perhatian kepada sekolah, semuanya akan diperhatikan, dan tidak ada diskriminasi," katanya ketika mengunjungi Sekolah luar biasa (SLB) Negeri 4 Yogyakarta di Jalan Imogiri Barat, Sewon, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Rabu.


Ia mengatakan apabila sekolah internasional sering dikunjungi pejabat misalnya, sedangkan SLB jarang mendapat kunjungan, maka mulai 2010 pihaknya akan mengajak para pejabat untuk mengunjungi SLB, termasuk SLB Negeri 4 Yogyakarta. Mendiknas mengatakan pihaknya punya komitmen untuk tidak membeda-bedakan sekolah, apa pun jenisnya, dan di mana pun sekolah itu berada akan memperoleh perhatian dari pemerintah.
Untuk itu, dirinya akan berkeliling ke berbagai sekolah untuk mengetahui kondisinya dan bagaimana perkembangannya. "Kita perlu tahu apa saja yang harus didorong bagi perkembangan sekolah dan kemajuan anak didik," katanya.
Sehingga, kata dia, dengan memberikan dorongan motivasi serta semangat, segala keterbatasan yang dimiliki sekolah maupun siswa tidak akan menjadi penghambat mereka untuk mengekpresikan potensi, talenta, dan kemampuannya.
Menteri berharap melalui pendidikan ini akan semakin menumbuhkan rasa percaya diri di kalangan anak didik dan orang tuanya, sehingga nantinya memberikan kemanfaatan bagi anak itu sendiri dan keluarganya.
Pada kunjungan kerjanya ke SLB Negeri 4 Yogyakarta, Mohamad Nuh menanyakan kepada kepala sekolah dan para guru apakah masih ada yang belum berstatus pegawai negeri sipil (PNS). "Kami bangga semua guru di sini sudah menjadi PNS, bahkan ada yang pensiun sebagai PNS. Kami salut terhadap pengabdian para guru di sekolah ini," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, pihaknya akan memberikan penghargaan kepada kepala sekolah, guru, komite sekolah dan siswa. "Penghargaan ini untuk mendorong agar terus meningkatkan kemampuan dan prestasi bagi kemajuan sekolah dan siswa," katanya.
Mendiknas pada kesempatan itu berjanji segera menindaklanjuti apa saja yang masih dibutuhkan sekolah, dan untuk realisasinya akan dimasukkan dalam anggaran 2010. Menteri dalam kunjungannya ke SLB Negeri 4 Yogyakarta berkesempatan melihat hasil karya para siswa dan guru, di antaranya berupa rangkaian bunga, lukisan, barang kerajinan kayu, serta alat peraga sekolah.ant/kpo

Sumber : http://republika.co.id/berita/91828/Mendiknas_Semua_Sekolah_Perlu_Perhatian_Pemerintah

Lanjut membaca “Mendiknas: Semua Sekolah Perlu Perhatian Pemerintah”  »»

Mendiknas: Tumbuhkan Kesadaran Kolektif Gemar Membaca


By Republika Newsroom
Senin, 14 Desember 2009 pukul 18:24:00

JAKARTA--Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh menyatakan, urusan pembudayaan membaca tidak bisa diselesaikan hanya dengan undang-undang, tetapi justru harus dikembangkan kesadaran kolektif bagi masyarakat agar gemar membaca.

"Kita itu kekurangan pada kolektivitasnya. Ada orang yang sangat gemar membaca di Indonesia, sangat banyak, tetapi banyaknya itu belum cukup menggerakkan dibandingkan dengan populasi penduduk kita. Paling tidak para pengelola perpustakaan itu semuanya sudah gemar membaca, tapi berapa jumlah orangnya? Tak ada sekian persen dari jumlah populasi. Oleh karena itu, kita perlu menumbuhkan kesadaran kolektif gemar membaca," ujar Mendiknas saat membuka Seminar Nasional Pembudayaan Kegemaran Membaca di Perpustakaan Nasional RI, Jakarta, Senin (14/12).


Mendiknas menyampaikan, untuk menumbuhkan gemar membaca harus menyiapkan bahan bacaan. Kalau itu berupa buku, kata Mendiknas, maka dipengaruhi oleh bentuk fisik dari buku itu. " Kalau bukunya itu sendiri sudah tidak menarik, maka jangan berharap orang bisa tertarik untuk membacanya," katanya.

Hal kedua yang harus disiapkan, kata Mendiknas, adalah karakter atau huruf dalam bahan bacaan. Di situ pula, lanjut Mendiknas, tentang pentingnya pemberantasan buta huruf. "Orang tidak mungkin mau membaca kalau dia sendiri tidak mengenal karakter dari apa yang mau dibaca," ujarnya.

Lebih lanjut Mendiknas mengatakan, hal yang ketiga, yang sangat substantif, adalah isi dari buku itu sendiri. "Menjadi tantangan bagi para penulis kita termasuk kita semua untuk membiasakan menulis dan isi dari tulisan itu harus bisa memberikan pencerahan dan pencerdasan bagi kita semua," katanya.

Sementara, kata Mendiknas, jika dilihat dari sisi pembaca, seseorang akan gemar membaca adalah bukan karena paksaan. Untuk itu, lanjut dia, yang tidak boleh dilupakan adalah menumbuhkan ketertarikan. ''Oleh karena itu, kita bangun kesadaran bersama-sama, kita ajak kawan-kawan untuk membiasakan menulis dan menyiapkan bahan bacaan secara atraktif dan menarik," jelasnya. eye

Sumber : http://republika.co.id/berita/95904/Mendiknas_Tumbuhkan_Kesadaran_Kolektif_Gemar_Membaca

Lanjut membaca “Mendiknas: Tumbuhkan Kesadaran Kolektif Gemar Membaca”  »»

Siswa Sekolah Muhammadiyah Raih Special Award di Korea

By Republika Newsroom
Selasa, 22 Desember 2009 pukul 20:05:00


SIDOARJO--Siswa Sekolah Muhammadiyah Sidoarjo, Jatim, berhasil meraih sejumlah penghargaan "special award" dalam lomba robot tingkat internasional di Korea. Kepala SMU Muhammadiyah 2 Sidoarjo, Hidayatullah, Selasa, mengatakan, lomba ini digelar di Korea pada 17 hingga 20 Desember lalu. "Meskipun belum meraih medali emas, perak maupun perunggu, tetapi kami tetap bangga karena siswa kami berhasil mempersembahkan 'Special Award' dan sudah mampu mengharumkan nama bangsa di mata internasional," katanya.


Ia mengemukakan, dari lima pelajar yang mendapat penghargaan 'special award' ini, masing masing menunjukkan kemampuan pada kategori yang berbeda. "Untuk Akhmad Habib Almutawakil, siswa kelas VI SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo, menyabet predikat 'special award' untuk kategori 'junior cart rolling ball'," katanya.

Sementara itu Suwaibatul Annisa, siswa kelas V SD Muhammadiyah 2 Sidoarjo masuk dalam kategori 'junior transporter' dan Muhammad Arifin dari Sekolah Menengah Pertama (SMP) 1 Muhammadiyah masuk kategori 'chalenge prison break'.

Selain itu, kata dia, Bagus Yudho dari SMP 1 Muhammadiyah masuk dalam kategori 'challenge cart rolling ball' dan Berlian Fatikh Mubarok dari SMU 2 Muhammadiyah Sidoarjo untuk kategori 'challenge robot dancing'. "Dari sembilan siswa yang kami kirim, lima mendapatkan predikat 'special award'," katanya.

Ia menjelaskan, sebelum mengikuti ajang internasional ini, siswa sekolah Muhammadiyah juga pernah meraih juara pada tingkat Nasional kontes ROCI Award (Robotic Organizing Community Indonesia) di Solo, Jawa Tengah. ant/kpo

Sumber : http://republika.co.id/berita/97572/Siswa_Sekolah_Muhammadiyah_Raih_Special_Award_di_Korea

Lanjut membaca “Siswa Sekolah Muhammadiyah Raih Special Award di Korea”  »»

Fisip UIN Beri Penghargaan Tiga Pemikir

Menteri Agama Suryadarma Ali di damping Rektor UIN Syarif Hidayatullah Komaruddin Hidayat (kanan) dan Dekan Fisip Bactiar Efendy (kedua dari kanan) memberikan penghargaan kepada Tiga Tokoh yakni alamrhum Harun Nasution, almarhum Nurcholish Madjid, dan Fachry Ali --M SYAKIR/REPUBLIKA

By Republika Newsroom

Senin, 14 Desember 2009 pukul 11:35:00

JAKARTA- Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah menganugerahi cendekiawan Nurcholis Madjid, sejarahwan Harun Nasution,dan pengamat politik Fachry Ali Penghargaan FISIP 2009. Ketiganya dinilai telah memberikan kontribusi pemikiran dalam pendekatan ilmu-ilmu sosial dan studi keagamaan Indonesia.


"Mereka melakukan terobosan penting dalam pemikiran keislaman dan kemodernan di Indonesia. Melalui ketiganya kalau saya boleh klaim politik Islam kontemporer lahir di Ciputat," terang Dekan FISIP UIN Bahtiar Effendy,di auditorium UIN,Senin (14/12).

Bahtiar merinci, Harun layak mendapat penghargaan karena sikapnya yang rasionalis dan memberikan ruang bagi penafsiran-penafsiran tentang ajaran Islam. Sedangkan Nurcholish dan Fachry Ali terbukti mengaplikasikan ilmu-ilmu sosial dalam melihat berbagai peristiwa yang menyangkut posisi sosial, keagamaan dan politik umat Islam di Indonesia.

Menteri Agama Suryadharma Ali pun memberikan apresiasinya. Menurutnya,ketiga tokoh tersebut mewakili tiga generasi garis keislaman Indonesia. "Penghargaan ini bukti bahwa tokoh-tokoh tersebut memang diakui dan diterima,"imbuh alumni UIN Syarif Hidayatullah ini. Istri Nurcholish Madjid, Omi Komariah mengaku sangat terkesan dengan penghargaan yang diterima almarhum Cak Nur. "Saya berterima kasih pada semua pihak yang masih mengenang Cak Nur," tuturnya.

Rektor UIN Komaruddin Hidayat menyatakan,keberadaan tokoh Islam kontemporer akan membangun citra dan cita Indonesia sebagai negara muslim terbesar. Ia berharap Departemen Agama tampil sebagai pendukungnya dengan memajukan sektor pendidikan. Khususnya UIN di Malang,Jakarta,dan Jogja. "Dengan menonjolkan keunggulan masing-masing,serta pembentukan fakultas baru seperti kedokteran dan psikologi,"pungkas Komaruddin. wulandari/pur

Sumber : http://republika.co.id/berita/95783/Fisip_UIN_Beri_Penghargaan_Tiga_Pemikir



Lanjut membaca “Fisip UIN Beri Penghargaan Tiga Pemikir”  »»

Al-Farabi, Konsep Pendidikan Manusia Sempurna

Oleh: Dyah Ratna Meta Novi


Manusia sempurna adalah mereka yang mengetahui kebajikan secara teoretis dan menjalankannya dalam praktik keseharian.

Kajian filsafat telah lekat dalam kehidupan Al-Farabi. Cendekiawan Muslim yang hidup di abad ke-8 ini, pun menjelma menjadi seorang filsuf ternama di masanya. Dan kini, reputasinya tetap tak lekang oleh masa. Al-Farabi pun dikenal sebagai ahli matematika, logika, dan tata bahasa. Di sisi lain, pemikirannya menjangkau pula ranah pendidikan.


Ia meletakkan dasar-dasar pemikiran di bidang itu. Dalam pandangan Al-Farabi, pendidikan merupakan media untuk mendapatkan serangkaian nilai, pengetahuan, dan keterampilan praktis bagi individu dalam periode dan budaya tertentu. Tujuan akhirnya, membimbing individu untuk menuju kesempurnaan.

Sebab, manusia diciptakan guna mencapai kesempurnaan. Sementara, kesempurnaan tertinggi adalah kebahagiaan. Menurut Al-Farabi, manusia yang sempurna adalah mereka yang telah mengetahui kebajikan secara teoretis dan menjalankannya dalam praktik keseharian.

Pendidikan, menurut Al-Farabi, harus menggabungkan antara kemampuan teoretis dari belajar yang diaplikasikan dengan tindakan praktis. Kesempurnaan manusia, kata dia, terletak pada tindakannya yang sesuai dengan teori yang dipahaminya.

Ilmu tidak akan mempunyai arti kecuali jika ilmu itu dapat diterapkan dalam kenyataan dalam masyarakat. Jika tidak diterapkan maka ilmu itu tak berguna. Singkatnya, kata Al-Farabi, seseorang menjadi sempurna jika ia mempraktikkan ilmunya dalam tataran praktis.

Lebih lanjut Al-Farabi menyatakan, saat kebajikan teoretis dan moral berpadu dengan kekuasaan, lahirlah penghargaan masyarakat kepada individu itu. Saat kaum terpelajar mengambil tanggung jawab kepemimpinan politik, ia yakin mereka bisa menjadi panutan.

Sebab, kaum terpelajar memiliki kebajikan teoretis dan moral praktis. Menurut Al-Farabi, mereka menyatukan nilai-nilai moral dan estetika dalam menjalankan kepemimpinan politiknya. Kondisi dan perilaku seperti itulah yang mestinya dimiliki kaum terpelajar dan intelektual.

Dengan pandangannya yang seperti itu, Al-Farabi menekankan terwujudnya suatu kesempurnaan dalam ranah pendidikan. Yaitu, meleburnya pengetahuan intelektual dan perilaku yang saleh. Saat pemimpin politik tak berada di tangan kaum terpelajar, maka akan lahir bahaya besar.

Ini sangat beralasan, kata Al-Farabi, sebab seorang pemimpin tentu harus menjalankan kepemimpinannya dengan benar. Jadi, pendidikan itu sama seperti tubuh membutuhkan makanan dan kapal harus memiliki kapten. Menurut Al-Farabi, para pemimpin politik harus memiliki keterampilan untuk meningkatkan kesejahteraan suatu wilayah yang dipimpinnya. Tapi, kerja para pemimpin politik mestinya tak terbatas pada organisasi dan manajemen wilayah.

Mereka harus mampu mendorong orang saling membantu dalam kebajikan dan mengatasi kejahatan. Tak hanya itu, jelas Al-Farabi, mereka juga harus menggunakan keahlian politiknya untuk melindungi praktik kebajikan. Jadi, wilayah yang dipimpinnya sarat kebajikan.

Al-Farabi mengungkapkan, di antara karakteristik pemimpin politik yang harus ada adalah mampu dimintai pendapat. Dengan kata lain mereka mempunyai kapasitas intelektual untuk memberi solusi yang adil dan bijak.

Tingkat keamanan suatu wilayah, menjadi cerminan keseimbangan moral. Ketika perilaku moral masyarakat menurun, kenyamanan wilayah itu mengalami gangguan. Jadi, jelas Al-Farabi, terciptanya moral yang baik juga merupakan bagian mendasar dari penyelenggaraan pendidikan.

Al-Farabi menyimpulkan, pendidikan yang berhasil sangat berkorelasi dengan kondisi moral yang baik. Terkait soal moral ini, ia mendefenisikan moral sebagai keadaan pikiran tempat manusia melakukan perbuatan yang baik. Juga, memiliki sifat etis atau rasional.

Selain mengaitkan pendidikan dengan kepemimpinan politik dan kondisi moral masyarakat, Al-Farabi juga menegaskan pembuatan hukum pun memiliki kaitan erat dengan pendidikan. Ia menilai bahwa pembuat hukum juga bisa dianggap sebagai penguasa.

Terkait masalah hukum, Al-Farabi mengatakan, hukum harus mempunyai fungsi pendidikan. Artinya, pembuat hukum harus taat hukum. Dengan demikian, menaati hukum bukan hanya diwajibkan kepada masyarakat baik awam maupun intelektual.

Di sisi lain, pembuat hukum juga mestinya merupakan figur-figur yang memiliki moral terpuji. Menurut Al-Farabi, pembuat hukum harus terikat dengan hukum yang dibuatnya, sebelum mereka mengharapkan orang lain menaati dan menjalankan hukum yang dibuatnya itu.

Masyarakat, jelas Al-Farabi, tak akan mengikuti hukum jika para pembuat hukum sendiri mengabaikannya. Singkatnya, hukum memiliki fungsi pendidikan karena mengarah pada upaya penanaman kebajikan di dalam masyarakat.

Untuk tujuan itu, ungkap Al-Farabi, para pembuat hukum harus telah mendapatkan pelatihan sejak dini dalam urusan negara dan tujuan pembuatan hukum harus sesuai ketentuan Allah SWT. Menurut dia, para nabi merupakan perintis praktik hukum.

Sedangkan fungsi khalifah, jelas Al-Farabi, adalah memainkan peran pendidik yang sebelumnya dilakukan oleh para nabi. Dalam pemikirannya tentang pendidikan, ia pun menekankan agar kaum terpelajar tak hanya berdiam di menara gading.

Mestinya, mereka tak terbuai oleh pemikiran-pemikiran yang tak membumi. Menurut Al-Farabi, mereka mestinya mampu mengamalkan segala hasil pemikirannya untuk memecahkan masalah dan mewujudkan kemajuan bagi masyarakatnya, di tempat mereka tinggal dan hidup.

Tak heran jika Al-Farabi menyatakan, kesempurnaan teoretis dan praktik dari pengetahuan yang dimiliki seseorang hanya bisa diperoleh dalam masyarakat. Sebab, kehidupan di suatu masyarakatlah yang bisa membuat seseorang mempraktikkan ilmunya.

Bila kaum terpelajar memutus sama sekali kaitan dengan masyarakat dan berada di luar mereka, ujar Al-Farabi, maka kemungkinan mereka hanya belajar untuk menjadi sosok yang liar tanpa kendali. Dalam konteks ini, ia ingin mewujudkan masyarakat ideal melalui pendidikan.

Al-Farabi memasukkan pula seni sebagai salah satu mata pelajaran yang harus diajarkan dalam proses pendidikan. Ia menilai, kesempurnaan dalam teori dan praktik seni merupakan salah satu ekspresi kebijaksanaan. Sebab, ungkap Al-Farabi, orang bijak adalah mereka yang sangat mahir dalam bidang seni dan mencapai kesempurnaan di dalamnya. Ia menambahkan, pendidikan juga harus mampu menggali bakat alami yang dimiliki seseorang.

Optimalisasi indera juga mendapatkan perhatian Al-Farabi. Bukan tanpa alasan ia mengatakan hal demikian. Menurut Al-Farabi, indera merupakan perangkat awal menangkap ilmu pengetahuan. Lalu, pengetahuan itu diubah menjadi konsepsi intelektual melalui imajinasi.

Menurut Al-Farabi, jiwa memahami apa pun yang mengandung unsur imajinasi. Ia menjelaskan, meski indera berkaitan dengan pengetahuan, namun indera hanya salah satu instrumen untuk menyerap pengetahuan. Akal manusialah yang memiliki potensi pemahaman. ed: ferry


Metode Pengajaran Al-Farabi

Bagi Al-Farabi, pendidikan merupakan kebutuhan setiap individu. Tanpa pendidikan, seseorang tak dapat mencapai kesempurnaan dan kebahagiaan hidup. Dengan demikian, pendidikan harus tersedia bagi semua orang tanpa memandang strata sosial mereka.

Namun, metode pengajaran dalam pendidikan harus disesuaikan menurut kelompok tertentu. Al-Farabi mengatakan, ada dua metode dasar pendidikan. Pertama adalah metode yang disesuaikan untuk rakyat biasa dengan langkah persuasif.

Menurut Al-Farabi, metode persuasi merupakan metode membujuk pendengar dengan hal-hal yang logis dan memuaskan pikirannya tanpa mencapai kepastian. Bujukan akan tercapai ketika pendengar melakukan hal-hal yang dia yakini adalah benar.

Dalam praktiknya, metode persuasif dapat dilakukan melalui pidato dan kegiatan bersama-sama antara guru dan murid. Metode persuasif cocok untuk mengajarkan mata pelajaran seni dan kerajinan.

Sedangkan, metode kedua adalah demonstratif. Pengajaran dengan metode kedua ini dapat dilakukan melalui pidato. Dengan metode ini, jelas Al-Farabi, guru berpidato untuk menerangkan mata pelajaran yang diajarkannya, seperti mengajarkan teori-teori tentang kebajikan dalam masyarakat.

Selain itu, Al-Farabi juga mengikuti model yang pernah diajarkan oleh filsuf Yunani, Plato. Ia menggunakan metode dialog atau perdebatan. Ia menekankan pula pentingnya diskusi dan dialog dalam pengajaran. Dalam konteks ini, ia memperkenalkan dua hal baru, yaitu argumen dan wacana.

Metode wacana dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan ilmiah tentang suatu hal. Lalu, orang-orang akan didorong untuk memecahkan masalah ilmiah tersebut. Sedangkan, metode argumen digunakan untuk memenangkan debat atas lawan bicara.

Bahkan, metode ini juga bertujuan agar lawan bicara memercayai gagasan yang sebelumnya mereka tolak. Al-Farabi mengungkapkan, metode argumen cocok untuk mengajar orang-orang yang keras kepala. Untuk mengajar masyarakat umum, sebaiknya gunakan metode yang paling dipahami. Al-Farabi menuliskan semua metode pengajaran tersebut dalam bukunya yang berjudul Al-Alfaz. meta, ed:ferry

Sumber : http://republika.co.id/koran/36/98747/Al_Farabi_Konsep_Pendidikan_ Manusia_Sempurna

Republika , Selasa, 29 Desember 2009


Lanjut membaca “Al-Farabi, Konsep Pendidikan Manusia Sempurna”  »»