Rabu, Maret 31, 2010

Shalat, Polisi Nevada Tahan Muslim atas 'Perilaku Mencurigakan'

Faheem Mohamad, tengah shalat di luar GOR, SMA Claremont

Selasa, 30 Maret 2010, 15:46 WIB

CLAREMONT--Kebebasan beribadah dan kemerdekaan sipil di Abang Sam, hingga kini masih berlaku setengah hati bagi komunitas Muslim. Gara-gara melakukan salat di dekat mobil, Faheem Mohammad, 22 tahun, dan temannya harus bermasalah dengan polisi.


Polisi begitu curiga hingga mengecek nama mereka di daftar pengawasan teroris nasional dan bahkan memasukkan nama mereka bersama para tersangka teroris lain. Polisi tersebut bahkan sempat menahan Fahem dan enam pemuda atas tuduhan "perilaku mencurigakan". Insiden itu terjadi pada Desember lalu. Saat itu, mereka melakukan salat tempat umum, dalam perjalanan melintasi kawasan Henderson, Nevada.

Akibat insiden tersebut, kantor Dewan Hubungan Muslim-Amerika (CAIR) mengisi keluhan praktek salah-penindakan terhadap petugas kepolisian, Maret ini, dengan argumen bahwa perilaku para pemuda itu tidaklah cukup mencurigakan hingga layak dihentikan atau ditahan hingga hampir satu jam.


Dalam laporan keluhan dituliskan pula, seorang petugas polisi bisa menahan seseorang jika si petugas secara rasional meyakini bahwa orang tersebut terlihat melakukan kejahatan, demikian ujar staf legal CAIR, Ameena Mirza Qazi.

"Para petugas tak memiliki alasan untuk menahan anak-anak muda itu," ujar Ameena. "Amandemen keempat melindungi orang dari penggeledahan dan penahanan tanpa alasan, dan kami khawatir itulah yang telah dilakukan oleh petugas. Padahal para pemuda itu tidak terlibat dalam tindak kriminal."

Unit urusan dalam Departemen Kepolisian Henderson (HPD) kini tengah menginvestigasi insiden tersebut, demikian menurut jurbicara kepolisian, Keith Paul. Ia mengatakan pihak departemen belum dapat berkomentar lebih jauh.

Kronologis Insiden

Saat itu, Faheem dan kawan-kawannya baru saja pulang dari Taman Nasional Zion saat liburan akhir pekan. Mereka berhenti di Henderson untuk makan siang di restoran Chili.

Setelah bersantap, mereka mengemudi ke SPBU terdekat, mengisi bensin lalu melakukan salat berjamaah di tempat parkir di sebelah SPBU>

Tiba-tiba seusai mereka salat, dua polisi mendatangai dan memerintah. "Jangan masuk ke dalam mobil dan perlihatkan tangan kalian agar kami dapat melihat," demikian tutur Faheem. "Kami bertanya apa yang terjadi, karena kami baru saja salat. Mereka mengatakan mereka mendapat dua laporan telepon tentang aktivitas mencurigakan," imbuh Faheem.

Menurut Laporan HPD, penelpon menggambarkan aktivitas mencurigan sebagai sejumlah lelaki Timur-Tengah 'mencium' tanah. "Sangat absurd," ujar Faheem. "Salah satu polisi bahkan berkata 'Kamu tahu kamu sedang beribadah, tapi orang lain tidak. Kami pun tak tahu apa yang kalian katakan, Siapa tahu berbunyi saya harap membunuh polisi hari ini."

Semua pemuda itu di usia awal 20. Mereka diminta duduk bawah dekat mobil ketika petugas mengecek kartu identitas mereka. Satu polisi mengacukan pistol kepada mereka, demikian tutur Faheem.

"Kami dilecehkan dan dihina. "Kami adalah warga Amerika, Salah satu dari kami malah dari keluarga veteran. Tapi kami diperlakukan seperti warga kelas dua."

Ketujuh pria tersebut terus bersikeras bahwa mereka baru saja sekedar ibadah dan mereka memiliki hak sesuai undang-undang untuk melakukan itu. Menurut laporan polisi pula, nama mereka dicatat dalam daftar pengawasan "Teroris Screen Center", yang membuat Faheem kian cemas.

"Nama Muslim begitu serupa," ujarnya. "Dan mereka mengambil informasi pribadi kami, di mana kami bekerja, kami tinggal. Kami tidak tahu apa yang terjadi dengan informasi tersebut, dan di daftar mana kami akan tercantum selamanya,"

Di Amerika, FBI menyusun daftar pengawasn dan melacak tersangka teroris di negara tersebut. "Kami harap kasus tersebut tidak menjadikam mereka sebagai orang yang harus diawasi," ujar Ameena.

Petugas pun menggeledah mobil mereka. "Jika mereka kami berusaha menolak karena (petugas-red) mengatakan pemeriksaan itu adalah opsional, mereka bisa saja berkata "Apa yang kalian sembunyikan. Jadi kami dapat mengerti. Namun satu jam duduk di jalan aspal sungguh tak masuk akal," ujar Faheem.

Begitu input data kartu identitas selesai, para pemuda itu pun dilepaskan. "Begitu kami kembali menyetir, suasana di mobil begitu sunyi mencekat," tutur Faheem. "Kami shock dan frustasi. Bagi sebagian orang, itu adalah pertama kali mengalami kontak dengan polisi."

Efek Stereotipe

Seorang asisten profesor dari Pomona College, Collin Beck, mengatakan, hal itu memang sangat menyedihkan namun tidak mengejutkan baginya. "Ketika ada sterotip pada kelompok komunitas melakukan aktivitas tertentu, orang akan cenderung merespon sesuai dengan sterotip yang bekembang ketimbang realita saat itu," ujar Collin.

"Para petugas yang bereaksi berlebihan harus meminta maaf, mendapat pelatihan dalam memahami Islam dan berinteraksi dengan komunitas Muslim," ujar profesor bidang agama dan hubungan internasional dari Georgetown University, John Esposito.

"Dalam beberapa tahun terakhir, departemen kepolisian dan militer telah menyadari dan berupaya memenuhi kebutuhan untuk melatih personel mereka," kata Esposito. "Masalah ini bukan perkara 'perilaku mencurigakan' Muslim, melainkan perilaku tidak benar Departemen Kepolisian Henderson, yang mengabaikan kebebasan beragama dan kemerdekaan sipil warga Muslim,"

Para petugas pun akhirnya mengakui kepada Faheem dan teman-temanya, bahwa mereka tidak tahu bagaimana seharusnya memperlakukan insiden tersebut, demikian ungkap Ameena dan bertanya pada mereka, kedepan, bagaimana seharusnya mereka merespon.

Red: ajeng

Sumber : http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-mancanegara/10/03/30/108800-shalat-polisi-nevada-tahan-muslim-atas-perilaku-mencurigakan




Lanjut membaca “Shalat, Polisi Nevada Tahan Muslim atas 'Perilaku Mencurigakan'”  »»

Forsap Akan Susun Kurikulum Dakwah bagi Ustadzah

Jumat, 26 Maret 2010, 18:44 WIB

JAKARTA--Kehidupan dakwah secara tradisional masih terus berjalan baik di daerah maupun di perkotaan yaitu melalui majelis taklim yang diselenggarakan di mushala atau masjid. Sayangnya, masih banyak majelis taklim yang kegiatanpengajiannya tidak terarah dan terencana, sehingga agenda dakwah kerap bias.

Hal inilah yang mendorong Pimpinan Pusat Forum Silaturahim Antar Penganjian (FORSAP) mengadakan suatu lokakarya yang akan menuntaskan penyusunan kurikulum dakwah bagi para ustadzah majelis taklim. Termasuk dalam kurikulum itu adalah pemberdayaan umat melalui kegiatan ekonomi syariah.


Dalam lokakarya yang akan berlangsung besok ini, lembaga yang dipimpin Nurdiati Akma, sebelumnya telah aktif di PP Aisyiyah, akan menghadirkan pakar ekonomi syariah, Dr H Syafii Antonio. Hasil lokakarya bertajuk "Penyusunan Kurikulum Dakwah bagi Ustadzah dan Upaya Meningkatkan Ekonomi Syariah" tersebut langsung akan diujicobakan pada acara "Pelatihan Peningkatan Kualitas Ustadzah" pada hari Senin s/d Rabu tanggal 5,6,7 April di Cisarua, Puncak, Jawa Barat.

Acara ini akan dihadiri para ustadzah pengasuh majelis taklim dari Jakarta, Jawa Barat, Kalimantan Timur, DI Yogayakarta, Jambi dan Sumatera Barat, Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur, Riau, dan beberapa provinsi lain. "Dengan memiliki kurikulum, maka majelis taklim akan lebih terarah kegiatannya dan berdampak positif bagi masyarakat sekelilingnya," ujar Nurdiati.

Red: siwi

Sumber : http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/10/03/26/108377-forsap-akan-susun-kurikulum-dakwah-bagi-ustadzah





Lanjut membaca “Forsap Akan Susun Kurikulum Dakwah bagi Ustadzah”  »»

'Jangan Marginalkan Jilbab'

Muslimah mengenakan jilbab.

Sabtu, 27 Maret 2010, 16:03 WIB

JAKARTA--Memakai jilbab adalah usaha menunjukkan Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin. Jilbab bukanlah simbol anarkhisme. Demikian penjelasan Ketua Salimah Wilayah Bekasi, Nani Handayani, dalam Muktamar III Persaudaraan Muslimah (Salimah) di Desa Wisata Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur, Sabtu (27/3).

Ustadzah yang kerap tampil di beberapa stasiun televisi swasta itu meminta masyarakat tidak memarginalkan muslimah berjilbab. Sebab, di dunia internasional sekarang ini pada umumnya, jilbab sudah bisa diterima. “Kita berjilbab saat tampil di forum internasional,” terangnya. Masyarakat internasional, terangnya, justru bangga melihat seorang muslimah berjilbab.


Dia menilai sangatlah salah bila seseorang menilai orang berjilbab adalah teroris, atau orang yang akrab dengan anarkhisme. “Itu tidak diajarkan dalam Islam,” tuturnya. Pandangan seperti itu, kata dia, haruslah diubah. Sebab, marginalisasi jilbab sangat tidak sesuai dengan kultur keindonesiaan yang terbuka dan penuh kearifan. Lagi pula, tambahnya, pandangan seperti itu sangat merugikan penduduk Indonesia yang kebanyakan beragama Islam.

Red: irf

Sumber : http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/10/03/27/108439-jangan-marginalkan-jilbab



Lanjut membaca “'Jangan Marginalkan Jilbab'”  »»

Gerakan Moral Menyikapi Ujian Nasional

Oleh Dra. Hj. Elly Nurlaely Kurniasari

Gerakan moral antimenyontek dari beberapa sekolah di Kota Bandung membuktikan bahwa generasi penerus bangsa masih memiliki kejujuran, sehingga ujian dan nilai bukanlah segalanya.

Dalam era globalisasi yang semakin kompetitif dan penuh tantangan ini, kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh sumber daya alam, teknologi, dan sumber daya manusia andal yang juga memiliki keunggulan daya saing tinggi sehingga menjadi aset, bahkan human capital investment bangsanya untuk bersaing dengan negara lain.
Sadar akan hal itu, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional tetap melaksanakan ujian nasional (UN) pada tahun ini, terlepas dari adanya sikap pro dan kontra masyarakat karena UN masih dianggap perlu sebagai barometer standar pendidikan secara nasional.


Dengan adanya kebijakan tersebut, diperlukan kesiapan dari semua pemangku kepentingan dunia pendidikan agar UN bisa terlaksana dengan sukses dan lancar tanpa adanya kecurangan sehingga siswa dapat lulus dengan bangga .

Terdapat hal yang menarik dari UN tahun ini, yaitu solusi bagi mereka yang gagal untuk mengikuti ujian ulangan serta tema UN 2010 yang Jujur, Berprestasi, dan Akuntabel (Pikiran Rakyat, 19/3). Hal itu menuntut kita untuk semakin semangat dan optimistis melaksanakan UN yang lebih baik dengan kejujuran dan penuh rasa tanggung jawab tanpa berbagai kesalahan dalam proses pelaksanaannya, baik siswa, guru, maupun semua pihak yang terkait sehingga UN bukan lagi hanya sekedar prestise tetapi juga prestasi dunia pendidikan Indonesia.

Kita perlu merasa bangga serta memberikan dukungan dan apresiasi yang tinggi untuk para siswa di beberapa SMA Kota Bandung, di antaranya SMAN 3, SMAN 5, SMAN 12, dan SMAN 22 (Pikiran Rakyat, 24/3) yang memiliki komitmen untuk menjaga suara hatinya dengan mengadakan suatu gerakan moral antimenyontek guna membuktikan bahwa mereka masih memiliki kejujuran sehingga ujian dan nilai bukanlah segalanya. Baban S. dalam bukunya Ampuh, Cerdas tanpa Batas menyebutkan, ada beberapa kiat yang disebut "SAMBUt" untuk menjadikan ujian menyenangkan sehingga prestasi dapat diraih, yaitu:

1. Semangat. Siswa harus selalu semangat dan optimistis bahwa belajar memiliki banyak manfaat, terutama dengan sungguh-sungguh karena hati akan tenang dan dapat berkonsentrasi ketika menjawab soal.

2. Atur waktu. Siswa harus menggunakan waktu seefektif mungkin agar dapat belajar dengan baik.

3. Membuat ringkasan. Ringkasan akan memudahkan siswa untuk mengulang kembali pelajaran. Ringkasan dapat dibuat dalam bentuk peta konsep, mind map, dan lain-lain.

4. Belajar berkelompok. Ketika siswa belajar sendiri dan mengalami kesulitan, maka belajar berkelompok adalah solusinya.

5. Utamakan keseimbangan antara proses dan hasil. Ingin mendapatkan nilai bagus tentunya harus belajar ekstrakeras, bukan sebaliknya. Ingin mendapatkan nilai bagus tetapi tidak mau belajar menyebabkan menyontek menjadi solusinya.

Selain dengan kiat "SAMBUt", latihlah siswa untuk bersikap rileks, percaya diri, dan tidak gugup saat menghadapi soal. Biasakan siswa datang ke sekolah lebih awal agar tidak kesiangan dan berdoa terlebih dulu agar diberikan yang terbaik.
Semoga apa yang sudah dan akan dilakukan dalam UN ini menjadi sebuah kebaikan dan amalan saleh yang insya Allah akan dibalas oleh Allah SWT. Semoga dunia pendidikan Indonesia semakin maju. Amin.***

Penulis, guru pendidikan kewarganegaraan SMA Negeri 18 Bandung.

•Pikiran Rakyat Cetak ( Forum Guru ) , Selasa, 30 Maret 2010

Sumber : http://newspaper.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id= 134709

Lanjut membaca “Gerakan Moral Menyikapi Ujian Nasional”  »»

Inilah Pandangan Shah Rukh Khan Soal Dakwah















Shah Rukh Khan saat wawancara dengan CNN.


Selasa, 30 Maret 2010, 09:08 WIB

NEW YORK--Super star Muslim asal India, Shah Rukh Khan bicara soal dakwah. Pemikirannya soal dakwah Islam termuat dalam wawancara yang ditayangkan situs CNN, akhir pekan lalu. Pembicaraan ini diawali dengan pertanyaan sang pewawancara soal kewajiban setiap Muslim untuk menjelaskan agamanya kepada masyarakat dunia.

Dari situ kemudian pemeran utama dalam film 'My Name is Khan' tersebut pun mulai bicara soal konsep dakwah. Menurut dia, dakwah Islam harus dijalankan dalam situasi komunikasi dua arah. Pihak yang berada di luar Islam, kata dia, harus punya kesediaan untuk memahami Islam. Sebaliknya, menurut Khan, setiap Muslim --apalagi yang berpendidikan-- punya kewajiban untuk menjelaskan Islam dengan baik.

"Setiap Muslim yang terdidik punya kewajiban itu, termasuk saya sebagai aktor," tutur dia. Umat Islam, menurut dia, punya kewajiban untuk menjelaskan soal konsep toleransi, konsep Jihad, juga Islam secara keseluruhan. Umat Islam, dinilainya, tidak cukup hanya terus-menerus mereaksi secara emosional setiap tekanan yang dialaminya.

Penjelasan soal berbagai konsep tersebut, dipandangnya juga penting untuk terus digaungkan. Menurut dia, setiap Muslim punya kesempatan untuk menjelaskan agamanya dengan baik. Lebih jauh dari itu, tutur Khan, setiap Muslim juga harus berpikir soal mempromosikan agamanya secara luas.

Red: irf

Sumber : http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-mancanegara/10/03/30/108734-inilah-pandangan-shah-rukh-khan-soal-dakwah




Lanjut membaca “Inilah Pandangan Shah Rukh Khan Soal Dakwah”  »»

Menag: Madrasah Bukan Lembaga Kelas Dua


Senin, 29 Maret 2010, 14:45 WIB

JAKARTA – Menteri Surya Dharma Ali menyatakan madrasah bukan lembaga pendidikan kelas dua. Alasannya, banyak madrasah memiliki kualitas tak kalah dengan sekolah umum. Terlebih, lulusan madrasah memiliki kelebihan pengetahuan agama yang tidak dimiliki lulusan sekolah biasa. Hal itu mencakup madrasah ibtidaiyah (MI), madrasah tsanawiyah atau SMP, dan madrasah aliyah (MA) atau SMA.

‘’Banyak yang menilai madrasah adalah lembaga pendidikan kelas dua, tapi kalau melihat lebih dekat, banyak madrasah kualitasnya tak kalah dengan lembaga pendidikan lain..bahkan lulusan madrasan ada kelebihan agama,’’ katanya dalam konferensi pers usai mengunjungi pelaksanaan Ujian Nasional (UN) di MTS Negeri 3 Pondok Pinang, Senin, (29/3).


Surya menyebutkan, jumlah madrasah di Indonesia saat ini 40.848 unit, terdiri atas 23.519 unit madrasah ibtidaiyah (MI), 12.054 unit madrasah tsanawiyah (MTs) dan 4.687 madrasah aliyah (MA). Dari jumlah tersebut, 91,5 persen di antaranya berstatus swasta. ‘’Madrasah di tanah air jumlahnya banyak. Yang negeri hanya 8,5 persen dan yang 91,5 persen lahir karena inisiatif masyarakat,’’ katanya.

Banyaknya madrasagh swasta, menurut Surya, perlu mendapatkan apresiasi dari masyarakat. Hal itu karena kelahiran banyak madrasah swasta lahir biasanya bukan karena orientasi bisnis tapi karena adanya kepedulian sebagian masyarakat untuk mencerdaskan bangsa bermoral. Mereka tidak mengandalkan bantuan dari pemerintah, tapi pembiayaan mandiri. ‘’Karena itu, mutunya sangat bervarisasi karena sangat tergantung pada kekuatan pembiayaan masing-masing madrasah,’’ katanya.

Meski demikian, pemerintah terus berupaya agar kualitas seluruh madrasah swasta bisa terus ditingkatkan dan bersaing di tingkat nasional dan internasional.

Red: siwi

Sumber : http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/10/03/29/108605-menag-madrasah-bukan-lembaga-kelas-dua



Lanjut membaca “Menag: Madrasah Bukan Lembaga Kelas Dua”  »»