Senin, Agustus 10, 2009

Keteladanan dan Pembiasaan dalam PAI

Oleh Abdul Aziz | 19 Sya'ban 1430

Konsep dan persepsi keagamaan pada anak dipengaruhi oleh unsur dari luar diri mereka. Hal ini terjadi karena sejak usia dini telah melihat, mempelajari hal-hal yang berada di luar diri mereka. Mereka telah melihat dan mengikuti apa-apa yang dikerjakan dan diajarkan orang dewasa dan orang tua mereka tentang sesuatu. ”Orang tua mempunyai pengaruh terhadap anak sesuai dengan prinsip eksplorasi yang mereka miliki” ( Ramayulis, 2005 : 81).


Dalam kehidupan sehari-hari perilaku keagamaan yang dilakukan anak-anak pada dasarnya mereka peroleh dari meniru. Shalat berjamaah misalnya mereka lakukan merupakan hasil melihat perbuatan itu di lingkungannya, baik berupa pembiasaan ataupun pengajaran khusus yang intensif. Sehinggga sifat meniru yang dimiliki anak ini merupakan modal yang positif dan potensial dalam pendidikan keagamaan pada anak.

Sejak fase-fase awal kehidupan, seorang anak banyak sekali belajar melalui peniruan terhadap kebiasaan dan tingkah laku orang-orang di sekitarnya, khususnya dari kedua orang tuanya.

Kecenderungan anak meniru dan belajar melalui peniruan, menyebabkan keteladanan menjadi sangat penting artinya dalam proses pembelajaran. Firman
Allah SWT dalam surah Al Ahzab ayat 21 :

َ لَقَدْ كََا نَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْ لِ اللّهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu...”.

Agar peserta didik meniru sesuatu yang positif dari gurunya, maka guru harus menjadikan dirinya sebagi uswatun hasanah dengan menampilkan diri sebagai sumber norma, budi yang luhur, dan perilaku yang mulia.

Dengan demikian ketaatan kepada ajaran agama merupakan kebiasaan yang menjadi milik mereka, yang dipelajari dari orang tua maupun guru. Bagi anak sangat mudah untuk menerima ajaran dari orang dewasa walaupun ajaran itu belum mereka sadari sepenuhnya manfaat ajaran tersebut.

Berawal dari peniruan dan selanjutnya dilakukan pembiasaan di bawah bimbingan guru, peserta didik akan semakin terbiasa. Bila sudah menjadi kebiasaan yang tertanam jauh di dalam hatinya, peserta didik itu kelak akan sulit untuk berubah dari kebiasaannya itu. Ia, misalnya, akan melakukan shalat berjamaah bila waktu shalat tiba, tidak akan berpikir panjang apakah shalat dulu atau melakukan hal lain, apakah berjamaah atau nanti saja shalat sendirian. Hal ini disebabkan karena kebiasaan itu merupakan perilaku yang sifatnya otomatis, tanpa direncanakan terlebih dahulu, berlangsung begitu saja tanpa dipikirkan lagi.

Dengan demikian seseorang dalam keberagamaannya haruslah senatiasa meniru , meneladani yang dicontohkan Rasulullah SAW. , kemudian membiasakannya. Bagaimana dengan Anda ?

RUJUKAN

Ramayulis . 2005. Metodologi Pendidikan Agama Islam . Jakarta : Kalam Mulia

3 komentar:

  1. Riva fauziah Blog : Terima kasih atas kunjungan dan komentarnya.
    Wah Pak Azis ternyata hoby blogging juga. Blog seputar PAI, sangat menarik, saya juga senang membaca artikel2 pai.

    Salam kenal dan sukses selalu

    BalasHapus
  2. Assalaamu 'Alaikum
    Kunjungan Balasan neh.. Pak.
    Blog yang sangat bagus pak : Komunikatif, informatif dan senantiasa memberikan pencerahan tentang Kependidikan Islam.
    Wilujeng Pak .....
    Sing sering nyeratna Pak ....
    Pokoknya Bapak Hebring Banged deh..
    salam ukhuwah dari Kota Hujan
    Salaaaaaaaaaaaam
    Intanshurullaha Yanshurkum

    BalasHapus
  3. Assalamu'alaikum wr. wb.
    Untuk Ibu Riva dan Bapak Abifasya, terima kasih banyak atas supportnya. Mudah-mudahan bisa lebih baik di waktu yang akan datang.
    Hatur nuhun pisan.
    Jazakumullah khairan katsiran.

    Salam buat keluarga dan rekan-rekan seprofesi.
    Wassalamu'alaikum wr.wb.

    BalasHapus