Jadikan Orangtua Sahabat Anak, Tegakkan Aturan Tanpa Paksaan
PERNAHKAH orangtua merasakan anak-anak sulit diatur? Mainan berserakan di mana-mana, perkataan orangtua tidak digubris oleh anak, dan lainnya. Lalu keluarlah 'cap' anak nakal yang nggak bisa diatur. Padahal sebenarnya anak nakal tidak dilahirkan, tetapi diciptakan. Diciptakan oleh siapa? Ya oleh orangtuanya.
Psikolog Dra Diennaryati Tjokrosuprihatono MPsi mengatakan, para orangtua (ortu) harus bekerja sama menjadi satu tim dan bersikap konsisten dalam menerapkan peraturan-peraturan di rumah. Selain itu, hindari untuk menjadi tipe orangtua yang membuat anak tidak nyaman dan tidak efektif. Ortu tipe ini adalah ortu yang suka marah-marah atau frustrasi, menghindari masalah, kehabisan akal, tidak teratur atau berantakan, suka mencari-cari alasan, sering bersuara keras, cerewet ataupun sering meremehkan si kecil.
"Seringkali anaknya dianggap bermasalah, padahal orangtuanya yang bermasalah," kata Diennaryati saat talkshow 'Tips Nanny 911, Bantu Ibu Moo jadi Sahabat Si Kecil' di Grand Indonesia, Jakarta, belum lama ini.
Dilema orangtua, khususnya ibu, pada dasarnya disebabkan oleh keinginan untuk memberikan yang terbaik bagi si kecil tanpa menjadikannya seorang 'polisi jahat' karena penyampaian dengan cara yang kurang dapat dimengerti oleh si kecil.
"Untuk menerapkan peraturan pada si kecil, para ibu atau ayah perlu mengerti bagaimana cara penyampaian yang tepat. Mereka harus berkomunikasi dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh anak sehingga anak mau menjalankan peraturan dengan senang hati," ujar Diennaryati.
Untuk mencegah anak melanggar aturan yang sudah ditetapkan orangtua, Wakil Dekan Bidang Non-akademis Fakultas Psikologi UI ini menjelaskan agar memperbanyak kebersamaan dengan anak di situasi yang menyenangkan dan aman, menghargai anak, lebih banyak memberikan pujian daripada hukuman.
"Kalau sudah saling menghargai akan ada komunikasi yang lancar. Ketika orangtua ingin memberikan aturan seperti mencuci tangan dan kaki sebelum tidur, lakukan saat situasi menyenangkan sehingga anak akan mengerti," ujar psikolog yang biasa disapa Dini itu.
Situasi yang menyenangkan tersebut bisa terbentuk jika orangtua dan anak tidak dalam kondisi capek tapi sedang senang. Misalnya saat makan bersama, saat si kecil menikmati camilan yang mereka sukai, menjelang tidur, atau bermain bersama.
Aturan tertulis
Ketika anak terus melanggar peraturan, perlukah peraturan itu dibuat tertulis? Menurut Dini, untuk menerapkan disiplin jangan terlalu banyak kata-kata, namun yang terpenting adalah memberikan contoh dan memberikan pujian serta hukuman. Peraturan tertulis malah dianggap kurang efektif. "Kenapa anak tidak suka disiplin? Karena disiplin pakai kata-kata. Apalagi ada kata-kata 'pokoknya harus', sehingga tidak menyenangkan," katanya. Jika yang diinginkan orangtua adalah anak bisa merapikan mainan sehabis bermain, beri contoh merapikan dan ajak anak merapikan bersama-sama.
Jika anak itu sudah besar, mengajak bicara lebih efektif dengan sama-sama merumuskan apa saja yang harus ditepati dan konsekuensinya apa jika tidak ditepati. "Akan lebih mudah untuk mengingatkan ketika si anak tidak menaati aturan yang sudah dibuat," ujar psikolog kelahiran Paris, 3 Januari 1954 tersebut. (lis)
Sumber : http://www.wartakota.co.id/read/pendidikan/18837
Senin, 28 Desember 2009 | 17:37 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar