Senin, November 29, 2010

Beginilah Cara Anak Jalanan Mengenyam Bangku ‎Sekolah

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK--Orang menyebut nya anak punk: rambut jigrak, hidung dan ‎bibir penuh tindik, atau berpakaian ketat yang lusuh. Merokok, minuman keras, bahkan ‎ngedrug sudah menjadi bagian dari keseharian perempuan muda itu.

Sekali waktu, Deby--remaja putri tersebut--tiba-tiba datang ke Pusat Kegiatan Belajar ‎Masyarakat Bina Insan Mandiri (PKBM BIM), lembaga yang memberikan bimbingan ‎pengajaran kepada anak jalanan di sekitar Terminal Depok. Kedatangan Deby bersamaan ‎ketika anak-anak jalanan tengah belajar membaca Alquran.


Kehadirannya membuat anakanak dan pembina di PKBM itu terkejut. Bukan semata karena ‎penampilan yang punk, tapi juga tingkah lakunya yang urakan. Bahasa tubuhnya ‎mengisyaratkan gerakan nakal. Keterkejutan itu mereda setelah Deby mengutarakan niatnya.
‎"Waktu itu, saya cuma ngerasa capek tinggal di jalan. Lalu, saya dapat info dari teman, ‎katanya PKBM BIM buat anjal (anak jalanan) yang pengen belajar," dua mengisahkan ‎peristiwa ketika pertama datang ke PKBM ini.

Deby telah berbulat tekad untuk berubah. Tekad dan niat baik itu disambut dengan tangan ‎terbuka. Sembari belajar bersama anak-anak jalanan yang lain, ia pun mulai memperbaiki ‎penampilan. Rambutnya tidak lagi jigkrak, tindikan di tubuhnya pun dilepas. Pakaiannya tidak ‎lagi ketat, bahkan agak longgar.

Sekitar dua bulan dibina di PKBM BIM, ia benar-benar ber ubah. Deby telah meninggalkan ‎perilaku buruk meski sesekali diam-diam ia masih merokok di luar lingkungan PKBM BIM. ‎Tapi, rambut jigrak-nya telah ditutupi selembar kain kerudung dan pakaian longgar menutupi ‎seluruh tubuhnya.

‎"Saya juga tidak tahu kenapa, tiba-tiba ingin memakai kerudung. Kata teman-teman tubuh ‎saya seksi, jadi kerap digodai. Saya jadi risih. Maka itu, dikerudungi," ujarnya blak-blakan. ‎Mustami, salah seorang relawan PKBM BIM, menuturkan, saat kedatangan Deby, anak-anak ‎binaan takut. Bahkan, tidak sedikit yang menjauhi. Mereka tidak mau berteman dengannya.

Dia juga mengakui adanya perubahan pada diri perempuan muda itu. Mustami mengatakan, ‎Deby sekarang berbeda dengan yang dulu. Meski tetap memperlihatkan sikap manja dan ‎merokok diam-diam, Deby telah memiliki perilakunya lebih baik.

Saat ditanya mengenai Deby yang menggunakan kerudung dan pakaian longgar, ia ‎mengatakan tidak pernah memerintahkannya. Itu kemauannya sendiri untuk menutupi ‎tubuhnya. "Hikmah dari Allah SWT memang tidak pilih-pilih orang, bisa didapatkan siapa ‎saja," tuturnya.

Di PKBM BIM, menurut Mustami, anak-anak binaan memang diajarkan agama. "Kami ‎mengajarkan agama tidak dengan perintah, tetapi dengan contoh. Mereka tidak bisa diajarkan ‎dengan perintah," dia berujar. Pelajaran Bagaimana pola pengajaran yang dilakukan di PKBM ‎ini?
Mustami mengungkapkan, setiap pagi pukul 08.00 WIB, anak-anak diberikan pelajaran ‎membaca dan menulis ayat-ayat Alquran.

PKBM BIM juga mengadakan khitan dan nikah massal. Pasalnya, cukup banyak anak jalanan ‎yang sudah balig, tapi belum dikhitan. Tingkat seks bebas di kalangan anak-anak jalanan juga ‎cukup tinggi. Karena itu, jika ada yang hamil, pengurus PKBM menikahkannya. Tentu saja ‎setelah memperoleh izin dari orang tua.

Saat ini, terdapat 30 keluarga yang masih tinggal di asrama PKBM BIM. Puluhan keluarga ‎baru ini tetap diberikan bim bingan agar memiliki tanggung jawab dan tidak rapuh. Jika mem ‎butuhkan modal untuk usaha, PKBM akan memberikannya tanpa jaminan.

Mustami menyatakan, lembaga ini tidak pernah meminta da na kepada lembaga lain. "Jika ada ‎yang memberikan, kami sa ngat berterima kasih." Jujur saja, katanya, terkadang pemasukan ‎PKBM tidak sesuai dengan pengeluaran yang dibutuhkan. "Bangunan tempat belajar pun ‎banyak yang bocor," tuturnya.

Meski dengan berbagai kekurangan, jangan menanyakan prestasi yang sudah didapatkan anak-‎anak jalanan binaan PKBM ini. Berbagai piagam dan penghargaan terpampang di ruang kantor ‎PKBM BIM yang berukuran sekitar 2 x 4 meter persegi itu. Terakhir, seorang anak jalanan ‎binaan PKBM BIM, Adam, memenangkan kejuaraan terbuka panjat tebing untuk anak-anak ‎kurang dari usia delapan tahun pada September 2010.

‎"Saya suka manjat kereta untuk naik ke atap. Hanya main-main, lalu turun di Stasiun UI atau ‎Pasar Minggu untuk mengemis," ucapnya lugu. Adam tidak menyangka, kebiasaannya ‎memanjat kereta berbuah manis pada kejuaraan tersebut. Mustami menilai, banyak potensi ‎terpendam pada anak-anak jalanan. Karena itu, PKBM berupaya membina dan ‎mengembangkan potensi tersebut.

Sejumlah usaha mandiri, seperti percetakan dan bengkel, telah dibangun. Bahkan, beberapa ‎anak binaan kini menjadi mahasiswa perguruan tinggi negeri, seperti Universitas Indonesia ‎‎(UI) dan Universitas Negeri Jakarta (UNJ).

Potensi itulah agaknya yang selama ini belum banyak diperhatikan pemerintah. Hingga ‎delapan tahun berdirinya PKBM BIM, lirikan pemerintah boleh dikata tak ada. "Jika diajak ‎kerja sama, kami akan sangat terbuka. Tapi, pemerintah kerap meman dang sebelah mata ‎terhadap PKBM ini," ujarnya.

Padahal, anak-anak jalanan yang dibina mulai berani berdiri tegak, menatap masa depan yang ‎lebih baik dengan optimisme. Berkat bimbingan dan pengajaran, mereka umumnya telah ‎berubah. Deby, perempuan muda yang semula berpenampilan punk, kini telah menutup rambut ‎jigrak-nya dengan kerudung.‎

Red: irf
Rep: C23‎


Sumber : Republika OnLine , Kamis, 25 November 2010


Source URL : http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/berita/10/11/25/148738-beginilah-cara-anak-‎jalanan-mengenyam-bangku-sekolah

Lanjut membaca “Beginilah Cara Anak Jalanan Mengenyam Bangku ‎Sekolah”  »»

Kemdiknas Tata Ulang Sistem Perbukuan Nasional

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Kementerian Pendidikan Nasional akan melaksanakan ‎reformasi sistem perbukuan nasional melalui penataan sistem bahan baku, sumber daya ‎intelektual, teknologi, dan distribusi. Untuk itu, Mendiknas Mohammad Nuh meminta Ikatan ‎Penerbit Indonesia sebagai mitra Kementerian Pendidikan Nasional agar memetakan dengan ‎baik tentang sistem perbukuan itu. "Reformasi dilakukan mulai dari sistem bahan baku, sumber ‎daya intelektual, teknologi hingga distribusinya harus ditata ulang," kata Mendiknas saat ‎membuka Kongres Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) ke-17 di Jakarta, Rabu.‎

Kongres yang berlangsung mulai 24-26 November 2010 ini mengambil tema Buku ‎Mempercepat Kemandirian Bangsa. Mendiknas menyampaikan selain pentingnya ketersediaan ‎dan kualitas bahan baku, yang harus ditumbuhkan adalah sumber daya intelektual‎


Kekayaan buku, kata Mendiknas, terletak pada sumber daya intelektualnya. "Oleh karena itu, ‎harus ditradisikan agar pikiran yang ada di dalam benak sang intelektual bisa dituangkan ‎dalam bentuk tulisan-tulisan," katanya. Mendiknas mengharapkan kongres dapat menghasilkan ‎rumusan yang baik dan jelas sehingga bisa membantu pemerintah yang sedang melakukan ‎reformasi dalam sistem perbukuan di Indonesia.‎

Ia menekankan bahwa perbukuan bukan menjadi bagian dari kegiatan bisnis kelompok ‎tertentu, tetapi semua orang dapat ambil bagian dari usaha bisnis maupun usaha mencerdaskan ‎anak bangsa. Menurut Mendiknas, meskipun bahan bakunya bagus, kandungan intelektualnya ‎menggunakan teknologi khusus, sehingga bukunya bagus dari perspektif akademik, tetapi ‎kalau sistem bisnis yang berlaku ada faktor ketidakadilan maka buku yang bagus tadi tidak ‎akan menjadi oksigen dalam volume yang besar. "Oleh karena itu, ranah bisnis juga harus ‎ditata. Kita tidak ingin urusan oksigen itu dimonopoli oleh perusahaan X, Y, atau Z," ujarnya.‎

Menurut dia, sumbatan ada di mana-mana dan salah satu keruwetan yang dihadapi dalam ‎dunia perbukuan adalah menyangkut kebijakan yang tidak ada hubungannya langsung dengan ‎dunia buku. Namun kebijakan ini jelas sangat berpengaruh dalam pengadaan buku, seperti ‎kebijakan dalam pengadaan bahan baku kertas.‎

Untuk hal ini, menurut Menteri, sebagai pengguna bahan baku yang mutlak dalam hal ini ‎kertas, salah satu pilihan adalah dengan menggunakan pendekatan-pendekatan atau ‎affirmative dengan pihak terkait lainnya.

‎"Jadi, jelas bahwa buku adalah domain publik sehingga siapa saja bisa memproduksinya. ‎Apalagi buku tidak lagi sebagai suplemen tetapi sudah merupakan kebutuhan untuk hidup ‎dalam masyarakat sehingga harus diberikan kemudahan-kemudahan untuk mendapatkannya," ‎ujarnya.‎

Sementara itu, Ketua Umum IKAPI Setia Dharma Madjid menyarankan agar buku diberikan ‎gratis ke siswa. Pemerintah, kata dia, membeli buku lalu dibagikan ke seluruh Indonesia. Dia menjelaskan, ‎kebijakan buku pelajaran dapat dihitung antara APBN dan APBD Provinsi/Kabupaten/Kota. ‎‎"Satu anak satu buku," katanya.

Ia menyebutkan, saat ini terdapat 50 juta siswa, jika dalam satu tahun kebutuhan belanja buku ‎per siswa Rp300 ribu maka dibutuhkan dana Rp15 triliun.‎

‎"Buku pelajaran tersebut berlaku selama lima tahun. Dana buku untuk mencerdaskan anak ‎bangsa itu tidak besar sehingga guru-guru tidak usah menagih ke orang tua untuk membeli ‎buku. Kalau buku masih diperdagangkan di sekolah akan timbul hal-hal negatif," katanya.‎

Red: Krisman Purwoko
Sumber: ant


Sumber : Republika OnLine, Rabu, 24 November 2010

Source URL : http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/berita/10/11/24/148759-kemdiknas-tata-ulang-‎sistem-perbukuan-nasional

Lanjut membaca “Kemdiknas Tata Ulang Sistem Perbukuan Nasional”  »»

Inilah Tiga Skenario Rekrutmen Guru Baru Kemendiknas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kementerian Pendidikan Nasional mulai 2011 ‎menyiapkan tiga skenario rekrutmen guru baru masing-masing untuk jangka pendek, ‎menengah, dan panjang yang ditujukan memenuhi kebutuhan guru yang pensiun, guru bidang ‎studi baru, dan kebutuhan daerah baru. "Untuk mengatasi kebutuhan guru jangka pendek ‎dengan merekrut lulusan S1/D4 yang berminat menjadi guru," kata Mendiknas Mohammad ‎Nuh usai membuka Seminar Guru Nasional 2010 di Kemdiknas, Jakarta, Selasa.

Hadir pada seminar Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal, Direktur Jenderal ‎Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Kemdiknas Baedhowi, Direktur ‎Jenderal Pendidikan Tinggi Kemdiknas Djoko Santoso, Direktur Jenderal Pendidikan ‎Nonformal dan Informal Kemdiknas Hamid Muhammad, dan Ketua Umum Pengurus Besar ‎PGRI Sulistiyo.


Sebelum mengajar, kata Mendiknas, mereka terlebih dahulu mengikuti pendidikan profesi ‎selama dua semester atau satu tahun. "Kebutuhan guru selalu ada tiap tahun. Oleh karena itu, ‎tidak mungkin mengandalkan dari awal, sehingga kita siapkan yang baru lulus," katanya.

Guu-guru yang baru ini, kata Mendiknas, kalau tidak disiapkan pendidikan profesinya akan ‎menjadi beban. "Oleh karena itu, mulai tahun 2011 Kemdiknas akan merintis pendidikan ‎profesi bekerja sama dengan Lembaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan (LPTK)," katanya.

Adapun untuk mengatasi kebutuhan guru pada jangka menengah, pemerintah akan ‎memberikan kesempatan kepada mahasiswa yang duduk di semester 5 atau 6. Mereka yang ‎berminat menjadi guru ditawarkan untuk pindah jalur, sehingga begitu lulus sudah tidak perlu ‎lagi mengikuti pendidikan profesi satu tahun. "Jadi pendidikan profesi embedded, sudah ‎melekat di situ," katanya.

Sementara, lanjut Mendiknas, untuk mengatasi kebutuhan guru pada jangka panjang melalui ‎pendidikan sarjana. Pendidikan ini disiapkan bagi lulusan sekolah menengah atas, sekolah ‎menengah kejuruan, atau madrasah aliyah selama empat atau lima tahun.

Layaknya seperti pendidikan kedokteran, kata Mendiknas, mereka yang masuk di fakultas ‎kedokteran, 99 persen ingin menjadi dokter. "Guru nanti juga begitu. Masuk di LPTK ‎‎(Lembaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan) atau jurusan lain memang mau menjadi guru," ‎katanya.

Mendiknas menyampaikan mulai 2011 akan merintis delapan LPTK di perguruan tinggi untuk ‎menyiapkan pendidikan bagi calon guru. Pada tahap awal, direncanakan merekrut 1.000 ‎lulusan SMA/SMK/MA untuk dididik selama 4-5 tahun. Selama mengikuti pendidikan, ‎mereka akan diasramakan. "Sekarang kita lengkapi asramanya khusus bagi calon guru," ‎ujarnya.‎

Red: Siwi Tri Puji B
Sumber: Ant


Sumber : Republika OnLine, Selasa, 23 November 2010

Source URL : http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/berita/10/11/23/148403-inilah-tiga-skenario-‎rekrutmen-guru-baru-kemendiknas

Lanjut membaca “Inilah Tiga Skenario Rekrutmen Guru Baru Kemendiknas”  »»

Guru PAUD dan Guru SD Ujung Tombak Pembentukan ‎Karakter Bangsa

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG--Guru pendidikan anak usia dini (PAUD) dan guru ‎SD menjadi ujung tombak pembentukan karakter bangsa sejak dini. Hal ini, kata Menteri ‎Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Prof Dr Armida S Alisjahbana MA, ‎karena merekalah yang berhadapan langsung dengan anak-anak pada saat proses pembelajaran ‎berlangsung.

‎“Peran guru SD dan PAUD menjadi sangat penting dan strategis sebagai pembangun karakter ‎bangsa pada anak-anak,” ujar Armida didampingi Rektor UT Prof Ir Tian Belawati Med, PhD ‎usai memberikan pemaparan pada seminar membangun 'Intelecctual Curiostity untuk ‎Meningkatkan Daya Kreasi dan Inovasi di Universitas Terbuka (UT), Pondok Cabe, ‎Tangerang Selatan, Senin (22/11).


Menurut Armida, pendidikan kebangsaan yang ditanamkan terhadap anak-anak sejak dini, ‎akan mempengaruhi perilaku anak-anak di masa yang akan datang. Termasuk sikap dan ‎perilaku kesehariannya baik di tengah masyarakat maupun sikapnya sebagai bagian dari anak ‎bangsa.

Armida mengakui untuk membangun karakter bangsa pada anak-anak, guru tidak bisa berjalan ‎sendiri. Proses tersebut harus dilakukan secara bersama-sama dengan keluarga, PKK, ‎organisasi masyarakat, dan sebagainya.

Senada dengan itu, Rektor UT Tian Belawati mengatakan bahwa sesungguhnya Indonesia ‎sudah memiliki modal dasar untuk membangun karakter bangsa, yakni Pancasila, UUD 1945, ‎Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI. Jika empat komponen tersebut disinergikan, Tian yakin ‎persoalan membangun karakter bangsa tidak akan menjadi masalah besar.

Untuk membantu pemerintah dalam hal pembentukan karakter bangsa, UT sendiri memiliki 37 ‎cabang di wilayah Indonesia dan 650 ribu mahasiswa yang sebagian besar adalah guru. Fakta ‎tersebut sangat mendukung bagi upaya-ipaya pembentukan karakter bangsa. ''Setidaknya ‎aspek pemerataan dan percepatan lebih cepat dilakukan,'' tandas Tian.‎

Red: Endro Yuwanto
Sumber: ut.ac.id


Sunber : Republika OnLine, Senin, 22 November 2010

Source URL : http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/berita/10/11/22/148169-guru-paud-dan-guru-sd-‎ujung-tombak-pembentukan-karakter-bangsa

Lanjut membaca “Guru PAUD dan Guru SD Ujung Tombak Pembentukan ‎Karakter Bangsa”  »»

Kemampuan Berpidato Harus Dikuasai Pelajar

Erlangga English Speech Contest 2010‎

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Tanpa disadari kemampuan seni berorasi atau pidato, ‎terutama dalam bahasa Inggris sudah dijalankan para siswa ketika menjalani proses ‎pembelajaran di sekolah. Hanya saja, kemampuan itu perlu diasah melalui medium kompetisi. ‎Dengan demikian diharapkan para pelajar mampu menjadi calon orator-orator yang ulung.

Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, Taufik Yudi Mulyanto mengatakan pihaknya ‎berupaya mendorong para belajar meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris melalui ‎berbagai kegiatan seperti lomba atau kompetisi berpidato. Dia berpandangan membiasakan ‎pelajar menggunakan bahasa Inggris dalam seni berorasi atau keperluan lain dapat bermanfaat ‎bagi para siswa.


"Keterampilan berpidato bahasa Inggris juga sangat penting dan memiliki manfaat jangka ‎panjang," kata dia saat membuka acara Erlangga English Speech Contest 2010 yang ‎berlangsung di Auditorium Utama, Perpustakaan Nasional RI, Jakarta, Selasa (16/17).Karena ‎itu, dia menyatakan dukungannya terhadap pelaksanaan Erlangga English Speech Contest ‎‎2010.

Dia mengharapkan melalui ajang berpidato seperti Erlangga English Speech Contest 2010, ‎para pelajar mampu menunjukan kebolehannya menyampaikan pidato berbahasa Inggris. ‎‎"Dengan berbekal bahasa Inggris yang memadai pelajar sekolah menengah mendapatkan ‎kesempatan yang luas yang lebih luas dalam pengguasaan materi pembelajaran," kata dia.

Sementara itu, Ketua MGMP Bahasa Inggris, DKI Jakarta, Kadim menilai penguasaan ‎kemampuan berpidato, terutama bahasa Inggris menjadi awal yang baik sebelum nantinya para ‎pelajar bersaing dalam kancah global. "Mereka umumnya sudah mempunyai dasar yang kuat. ‎Tinggal menerapkan dalam kompetisi yang memungkinkan mereka mengukur ‎kemampuannya," kata dia.

Dia menyadari, penggunaan kemampuan berpidato, terutama dalam bahasa Inggris belumlah ‎optimal. Dia pun mengharapkan pelajar untuk dapat memanfaatkan ajang-ajang kompetisi ‎semisal Erlangga English Contest 2010 guna mengasah kemampuan pelajar dalam berpidato ‎bahasa Inggris."Kelak mereka akan mendapatkan manfaatnya," kata dia.

Sementara itu, Wakil Kepala Sekolah SMAN 78 Jakarta, Asril Azim mengatakan secara ‎umum, kemampuan berpidato, terutama pidato berbahasa Inggris merupakan keahlian yang ‎sulit untuk dipelajari. Pasalnya, kurikulum pendidikan nasional tidak menunjang para pelajar ‎untuk mengembangkan kemampuan itu. "Bayangkan, materi pidato hanyalah terdapat di ‎pelajaran Bahasa Indonesia. Itupun tidaklah menjadi materi tersendiri," kata dia.

Selain itu, para siswa biasanya cenderung malu untuk mengutarakan pendapatnya. Belum lagi, ‎para pelejar juga malu dengan kemampuan bahasa Inggrisnya. "Persoalan makin rumit ketika ‎dominasi guru terhadap pelajar dalam kelas kian menyudutkan keinginan pelajar untuk ‎mengutarakan pendapatnya atau bahkan berpidato," ujarnya.

Padahal menurut dia, kemampuan macam itu memungkinkan pelajar mengutarakan pendapat ‎dan mempengaruhi orang lain untuk mempertunjukan gagasanya. "Dua hal ini yang akan ‎dihadapi pelajar ketika kembali ke masyarakat," paparnya.

Dia menilai ajang lomba berpidato sejatinya dapat memberikan sedikit ruang bagi siswa untuk ‎mengeluarkan kemampuannya yang selama ini terpendam dalam kelas."Menang kalah biasa, ‎paling tidak mereka sudah menujukan kemampuan untuk mempengaruhi orang lain," kata dia.

Kontes Berpidato

Semenjak pendaftaran ajang Erlangga English Contest 2010 ditutup 30 Oktober lalu, telah ‎terjaring 317 peserta yang berasal dari sekolah menengah dan sederajat se-Jabodetabek. Dari ‎‎317 perserta segera tersaring 30 peserta yang mengikuti fase Grand Final yang berlangsung ‎Senin, 16 November 2010. Kordinator Acara Erlangga English Speech COntest 2010, ‎MOchammad Ridwan mengatakan secara kuantitas dan kualitas penyelenggaraan Erlangga ‎Specch COntest tahun 2010 mengalami peningkatan. Sebelumnya, Erlangga hanya mampu ‎menjaring kurang dari 100 peserta. "Kini peserta mencapai 317, secara kualitas tingkat ‎persaingan semakin ketat," kata dia.

Proses Grand Final berjalan sangat menarik dan ketat. Masing-masing peserta tak mau kalah ‎menunjukan kemampuannya sebagai seorang finalis. Kebanyakan dari mereka membawakan ‎tema How does social networking change your life. Naomi Padan Junita, pelajar SMAN 8 ‎Jakarta sengaja memilih tema tersebut sebagai materi pidatonya. Dia mengaku ide ‎membawakan tema tersebut berawal dari kegundahnya terhadap tren jejaring sosial di ‎kalangan pelajar.

‎"Saya boleh dibilang penggila jejaring sosial. Masalah muncul ketika orang tua ‎mempertanyakan kegemaran saya itu. Saya pun juga sulit untuk mengajari orang tua tentang ‎jejaring sosial. Tapi saya ingin mengatakan kepada mereka bahwa jejaring sosial tidaklah ‎selamanya negatif," paparnya. Berkat pemaparannya itu, Naomi diganjar juara Harapan I. "Ya, ‎maunya sih, juara pertama. Tidak apa-apa, intinya kan pengalaman,"

Sementara itu, Erick Tjitra, pelajar SMAK 5 Penabur, Jakarta mengatakan dirinya lebih ‎memilih tema "Should sex education be made a secondary school subject" sebagai materi ‎pidato dikarenakan dirinya merasa penting untuk menyuarakan perlunya pendidikan seks ‎dikalangan pelajar. Menurut Erick, pendidikan itu sangat berguna untuk membentengi pelajar ‎dari prilaku seks yang menyimpang dari ajaran agama. "Saya rasa pendidikan seks sangat ‎penting,". Pemaparan Erick rupanya memincut para juri guna mendaulatnya sebagai pemenang ‎pertama Erlangga English Speech Contest 2010.

Ketua MGMP Bahasa Inggris, Kadim, menilai pada umumnya peserta memiliki kemampuan ‎yang sangat baik dari berbagai sisi seperti penyajian materi, tata bahasa dan gaya bahasa ‎tubuh. "Saya sempat sulit untuk menentukan mana yang terbaik. karena mereka begitu ‎pandai," kata dia.


Berikut para pemenang Erlangga English Speech Contest 2010 :

‎1. Juara Pertama, Erick Tjandra, SMAK 5 Penabur, Jakarta

a. Uang tunai Rp. 5 juta
b. Dua tiket perjalanan ke Singapore
c. Erlangga English Speech Cup dan medali emas
d. Hadiah sponsor

‎2. Juara Kedua,Indira Zahra Aridati, SMA Plus YPHD Bogor,

a. Uang tunai Rp. 3 juta
b. Erlangga English Speech Cup dan medali perak
c. Hadiah dari sponsor

‎3. Juara Ketiga, Ivana Utami Putri, SMA Bogor Raya

a. uang tunai Rp. 2 juta
b. Erlangga English Speech Cup dan medali perunggu
c. Hadiah dari sponsor

‎4. Juara Harapan I, Naomi Padan Junita, SMA Negeri 8 Jakarta

a. uang tunai Rp. 1 juta
b. Hadiah sponsor

‎5. Juara Harapan II, Yoskha D. Adrianto, SMA Budhi Warman 2 Jakarta

a. uang tunai Rp. 750 ribu
b. Hadiah Sponsor.

Red: Mohamad Afif
Rep: Agung Sasongko


Sumber : Republika OnLine , Selasa, 16 November 2010


Source URL : http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/berita/10/11/16/147042-kemampuan-berpidato-‎harus-dikuasai-pelajar

Lanjut membaca “Kemampuan Berpidato Harus Dikuasai Pelajar”  »»

Minggu, Oktober 31, 2010

Pemerintah Diminta Lebih Perhatikan Nasib Dai dan Mubaligh

REPUBLIKA.CO.ID,MAKASSAR--Majelis Ulama Indonesia dan Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) meminta pemerintah untuk lebih memperhatikan nasib para guru agama Islam non formal seperti ustad dan mubalihg di seluruh Indonesia. Menurut Ketua MUI, KH Umar Shihab, pemberian insentif yang layak kepada para guru tersebut guna merangsang mereka lebih mendedikasikan pengajarannya kepada masyarakat.

''Dengan adanya insentif yang diberikan kepada para dai dan mubaligh seperti apa yang dilakukan pemerintah propinsi Sulawesi Selatan ini membuat mereka akan lebih giat dan berkonsentrasi dalam mensiarkan segala ajaran yang terkandung di Alquran. Ini perlu dicontoh oleh daerah lain,'' cetusnya seusai pertemuan dengan seluruh ormas islam dan pemerintah propinsi Sulsel di Makasar.


Pemahaman ajaran islam yang menyeluruh dan mendalam di masyarakat dapat meminimalisir dan menghilangkan praktek radikalisme yang sering terjadi saat ini. ''Pemahaman Agama Islam yang setengah-setengah menyebabkan timbulnya radikalime disebagian besar negara yang berpenduduk Muslim bahkan tidak terkecuali di Indonesia,'' tegas Umar.

Lebih jauh Umar mengatakan, banyaknya praktek radikalisme di Indonesia ditengarai adanya beberapa faktor antara lain kurangnya perhatian dan pembinaan pemerintah terhadap kelompok-kelompok yang merasa termajinalkan. Akibatnya, kelompok ini selalu menggunakan ajaran agama tertentu sebagai pembenaran. ''Ini jelas tidak bisa dibiarkan, MUI dan ormas Islam tidak bisa berkerja sendiri tanpa adanya dukungan dan perhatian pemerintah baik di pusat atau di daerah bahkan hingga ke pedesaan kalau perlu membantu mereka (ustad dan mubaligh),'' lanjutnya.

Ditempat yang sama, Ketua Umum LDII, KH Abdullah Syam, mengatakan pembinaan terhadap para guru agama non formal ini tidak bisa dibebankan kepada MUI saja melainkan tanggung jawab seluruh ormas Islam di Indonesia dan peran serta pemerintah. ''Tugas MUI adalah menjaga Ukhuwah Islamiyah atau persatuan dan perdamaian umat di Indonesia. Nah, tugas ormas Islam dan pemerintah baik pusat atau daerah adalah berusaha untuk memperhatikan nasib para dai di daerahnya masing-masing,'' imbuhnya.

LDII berharap Kementrian Agama dan kementrian Pendidikan Nasional bisa mempunyai program yang sinergi dalam memberantas buta aksara Alquran seperti halnya pendidikan dasar 9 tahun yang telah dilaksanakan saat ini. ''Kita dan MUI berharap adanya program yang komperhensif dari pemerintah untuk menangani masih banyaknya umat Islam di Indonesia yang masih belum bisa membaca dan memahami makna yang terkandung didalam Alquran,'' tuturnya.

Red: Budi Raharjo
Rep: Antara

Republika OnLine, Senin, 25 Oktober 2010, 13:06 WIB

Source URL : http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/10/10/25/142255-pemerintah-diminta-lebih-perhatikan-nasib-dai-dan-mubaligh

Lanjut membaca “Pemerintah Diminta Lebih Perhatikan Nasib Dai dan Mubaligh”  »»

Lembaga Pendidikan Islam tak bisa Menutup Diri

YOGYAKARTA--Lembaga Pendidikan Islam pada era teknologi ini bukan lagi perlu membuka diri terhadap perkembangan kemajuan zaman. Justru, menurut Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogjakarta, Prof Dr Amien Abdullah, tidak bisa menolak perkembangan tersebut.

Perkembangan dan kemajuan tehnologi dikatakan tak mungkin bisa dihambat. Sehingga, meski anakl-anak itu berdomisili di desa, bukan berarti ketinggalan teknologi. ‘’Akal mereka cepat sekali. Bahkan, akal mereka itu sudah akal teknologi,’’ jelas Amien Abdullah.

Makannya, dia mengingatkan agar tidak under estimate terhadap anak-anak di desa. Apalagi pada siswa-siswi madrasah yang selama ini dinilai masih banyak yang ketinggalan dalam mengikuti perkembangan teknologi.


Menurut dia, ‘’virus’’ untuk selalu dekat dengan information communication technology (ICT) berjalan dengan sendirinya. Kendati di madrasah-madrasah yang ada di deda masih belum dilengkapi dengan fasilitas tehnologi, anak-anak madrasah desa itu diyakini bakal berjalan sendiri untuk mencari peralatan modern yang selama ini penuh dengan kontroversial tersebut. Sebab, nilai yang dikandung selalu berekses, baik itu negatif maupun positif.

Makanya, para pemegang kebijakan, termasuk pendidik dan pihak-pihak yang peduli terhadap anak-anak madrasah itu diharapkan tidak hanya bisa membelikan atau menyediakan fasilitas ICT tersebut. Namun, bisa mengarahkan dan mendidikan mereka untuk menyeleksi sendiri mana yang sampah dan mana yang bermanfaat.

Pesan tersebut, kata dia, harus dilakukan para ulama dan penulis kontemporer. Baik itu penulis di bidang pendidikan, maupun nonkependidikan. Mereka diharapkan bisa memberikan informasi yang lengkap tentang manfaat ICT secara lengkap dan detail.

Alasannya, anak-anak jaman sekarang tidak bisa hanya diberi penjelasan secara normatif. ‘’Ini boleh, itu tidak boleh tanpa ada alasan yang rasional dan bisa dimengerti mereka,’’ tandasnya.

Untuk itu, terang dia, tidak perlu filter dalam mengatasi ekses negatif perkembangan ICT tersebut. Namun,tegas dia, bagaimana caranya mencerdaskan anak dengan urai-uraian yang logis, jernih mudah dimengerti,’’ tuturnya.

Karena itu, kata dia, cara mendidik anak dalam menyikapi dan menerima perkembangan kemajuan ICT itu harus berubah, tidak hanya normatif. Namun, bisa membuat anak didik kreatif. ‘’Tidak malah membunuh kreativitas anak didik,’’ papar dia.

Itulah perlunya pendidikan agama, kata dia, yang bisa menyentuh media. Sehingga, tidak sedikit-sedikit keluar fatwa pengharaman seperti pada facebook. Untuk itu dia mengimbau agar para ahli memasuki wilayah media tehnologi. Sebab, pendidikan Islam memang tidak mungkin untuk menutup diri dari perkembangan tehnologi itu sendiri.

Sementara itu, Dirjen Pendis Depag, Prof Dr Moh Ali, mengatakan bahwa lembaga pendidikan Islam di bawah naungan Departemen Agama (Depag) sudah membuka diri terhadap setiap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagai indikatornya dia menyebut pemanfaatan ICT.

''Bukan lagi hampir semua, tapi 100 persen lembaga pendidikan Islam yang ada di bawah binaan Depag sudah membuka diri seluas-luasnya terhadap perkembangan science dan tecnology. Bahkan, pemanfaatan ICT itu sudah lama diterapkan,'' kata dia.

Sebagai indikator, dia tunjukkan pemanfaatan fasilitas tehnologi informasi yang selama ini sudah dipakai di madrasah negeri dan beberapa madrasah swasta. Misalnya, laboratorium komputer, internet dan lain sebagainya yang menggunakan produk s Iptek. Itupun, tidak hanya pendidikan islam pada level perguruan tingginya. Namun, mulai dari madrasah ibtidaiyah hingga tasnawiyah dan aliyah.

Bahkan, pendidikan tinggi Islam seperti UIN Jakarta sudah menjain kerja sama dengan Kementrian Menkominfo dalam pemanfaatan ICT. Makanya, dia merasa heran jika ada yang menyarankan perlunya pendidikan Islam membuka diri terhadap perkembangan. Sebab, pendidikan Islam dikatakan sudah lama membuka diri pada perkembangan dan kemajuan Iptek.

Meski begitu, dia mengakui dan menyadari bila kebijakan membuka diri seluas-luasnya pada perkembangan itu bakal ada eksesnya. ''Ya, soal dampak pasti ada dari pemanfaatan ICT itu. Tapi, kami sudah mengantisipasi dengan memproteksi lewat agama. Sehingga bisa ditangkal dengan sendirinya oleh masing-masing anak,'' katanya.

Selain mengantisipasi ekses itu lewat agama, kata dia, juga menggunakan alat penyaring. Alat ICT yang dipakai di madrasah-madrasah itu sudah dilengkapi dengan alat proteksi dari hard ware. Sehingga, kalau ada anak atau siswa yang membuka situs-situs tidak bermanfaat, maka komputer yang digunakan akan langsung mati dengan sendirinya.

Kendati demikian, diakui dia, bila sampai saat ini masih belum semua madrasah memanfaatkan perkembangan ICT. Sebab, pemanfaatan ICT di madrasah swasta sangat tergantung pada kemampuan intitusi pendidikan yang bersangkutan. ‘’''Tapi, untuk madrasah negeri 100 persen sudah memanfaatkan ICT. Itu artinya mereka sudah membuka diri terhadap perkembangan Iptek,'' tegasnya.

Sedangkan swasta memang masih banyak. Sebab, jumlah sekolah negeri itu hanya sekitar 8 persen dari total madrasah di Indonesia yang mencapai sekitar 40 ribuan. Sementara 92 persennya atau sekitar 36 ribu merupakan madrasah swasta. Karena itu, dia berharap ada ke[pedulian dari semua kalangan agar anak-anak madrasah yang ada di desa-desa itu bisa memanfaatkan fasilitas ICT itu dengan baik.

Mengenai perlunya pendidikan madrasah membuka diri terhadap perkembangan Iptek itu, juga diakui pakar pendidikan, Prof Dr Arief Rahman. Dia mengatakan bila pendidikan di Indonesia akan baik jika membuka diri terhadap perkembangan ICT itu.

‘’Kalau madrasah menurut saya sudah membuka diri, meski masih belum terlalu terbuka menerima perkembangan. Itu karena madrasah ada sejarahnya, yakni untuk memperkuat pengetahuan dan agama,’’ katanya.

Karena itu, kata dia, untuk saat ini memang madrasah masih menata diri bahkan sedang membuka diri menerima perkembangan kemajuan Ict. Soal ekses negatifnya, diyakini dia, sudah ada saringannya.

Sedangkan yang berkaitan dengan lembaga pendidikan pesantren, dikatakan sangat tergantung pada pengelolanya. Alasan dia, pesantren itu merupakan pendidikan nonformal. Sehingga, pemerintah hanya bisa menghimbau agar membuka diri untuk menerima perkembangan dan kemajuan jaman. aji/bur/kpo

Red: Republika Newsroom
Republika OnLine, Senin, 05 Oktober 2009, 19:13 WIB

Source URL : http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/09/10/05/80241-lembaga-pendidikan-islam-tak-bisa-menutup-diri

Lanjut membaca “Lembaga Pendidikan Islam tak bisa Menutup Diri”  »»